Informasi
Publik
Informasi publik semakin mempertegas sosoknya sebagai suatu
barang publik. Seperti halnya barang publik, ia dapat dimanfaatkan oleh setiap
warga negara selain pada area-area yang dikecualikan. Pengecualian bahkan juga
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan lebih luas para pengguna. Ketiadaan
regulasi dan administrasi yang buruk dalam pengelolaan barang publik pada
akhirnya akan berdampak pada buruknya kualitas kehidupan. Untuk informasi
publik, dampak tersebut pada akhirnya akan tercermin pada rendahnya kualitas
kehidupan bernegara.
Pada hari pertama sebagai
Presiden, Barack Obama menerbitkan memorandum[1] untuk semua kepala departemen dan
lembaga pemerintah terkait Freedom of Information Act (FOIA).
Memorandum memuat beberapa pernyataan kunci terkait keterbukaan informasi:
Pada bagian awal memorandum dinyatakan bahwa:
“a democracy requires accountability, and accountability requires
transparency”
Pada bagian lain
memorandum tersebut ditegaskan bagaimana bersikap jika ditemukan keraguan atas
status informasi:
“FOIA should be administered with a clear
presumption: In the face of doubt, openness prevails”.
President Obama memerintahkan Jaksa Agung untuk menerbitkan
pedoman baru untuk pelaksanaan FOIA dan the Office of Management and Budget
(OMB) untuk memperbaharui pedoman pelaksanaan dikantor tersebut agar perintah
tersebut efektif. Hingga saat makalah ini ditulis belum diketahui seberapa luas
dampak dari kebijakan tersebut, paling tidak pada kedua lembaga tersebut.
Dapat dipahami mengapa Obama memilih untuk menerapkan kebijakan
tersebut. Obama sedang dihadapkan kepada situasi protektif Amerika Serikat
paska tragedi 11 September dan kebijakan perang melawan teror George Walker
Bush di satu sisi dan dan terungkapnya berbagai peristiwa penyimpangan ketika
krisis sektor keuangan melanda Amerika Serikat. Pemerintah harus turun langsung
membiayai pemulihan krisis tersebut. Kebijakan ini sangat rawan untuk disimpangkan.
Pada hari pertama pemberlakuan UU KIP, pada pertemuan dengan
Komisi Informasi Pusat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menyampaikan beberapa pernyataan terkait implementasi:
Di awal sambutan SBY
mengatakan:
“dalam era keterbukaan dalam era kebebasan,
suka ada ekses, fitnah, berita yang tidak jelas dasarnya, manipulasi, atas
sesuatu yang tidak seperti itu,”
Pada bagian lain
disampaikan: “kita berharap, agar keterbukaan informasi publik sebagai
bagian dari good governance, tata pemerintahan yang baik, tata kelola yang
baik, itu bisa betul-betul dijalankan. Teruslah berjalan, mengalir sambil
persiapkan segala-nya. Seringlah berkomunikasi dengan jajaran badan publik di
pusat maupun daerah” [2].
Pada saat UU KIP
diberlakukan, media di Indonesia tengah ramai meliput konflik antara KPK dan
Kepolisian. Isu skandal Bank Century juga telah melahirkan banyak spekulasi di
publik tentang adanya keterlibatan elit berkuasa dalam penyelesaian yang
dinilai tidak wajar. Kasus century belum selesai dan akhirnya bergulir ke isu
penyimpangan pajak. Berbagai spekulasi dan perang opini telah pula menyebabkan
mundurnya Menteri keuangan Sri Mulyani dari kabinet.
Sebagai negara yang tengah melepaskan diri dari politik
pemerintahan yang otoriter ke sistem politik yang lebih demokratis respon elit
terhadap keterbukaan tentunya akan sangat beragam. Dengan memperhatikan
berbagai situasi tersebut, dapat dipahami mengapa SBY memberikan pernyataan
seperti di atas.
Kedua pemimpin berasal dari partai dengan nama yang sama, Partai
Demokrat. Latar belakang dan perbedaan situasi objektif melahirkan respon yang
berbeda antar dua Kepala Negara tersebut. Lebih jauh hal tersebut akan
menhasilkan implikasi yang berbeda dalam pelaksanaan Kebebasan Informasi di dua
negara. Presiden Obama memerintahkan secara tegas untuk membuka jika otoritas
publik berada dalam situasi ragu apakah informasi publik tersebut harus
dirahasiakan atau dibuka. Sebaliknya Presiden SBY mengingatkan agar keterbukaan
dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian agar tidak menimbulkan ekses penyalahgunaan informasi.
Dalam tataran praktik,
atas pertimbangan situasi yang mungkin berbeda, Memorandum Obama memuat pesan
yang sangat kuat agar otoritas publik menerapkan Pro-Disclosure Biased
Policy. Sebaliknya himbauan untuk berhati-hati oleh SBY cenderung direspon
dengan pilihan Non-Disclosure Biased Policy. Badan Publik akan
memilih untuk menutup informasi jika ditemukan keraguan atas status informasi,
apakah terbuka atau dikeculaikan.
Pa da sub-bagian 4.2, dijelaskan bahwa kehati-hatian itupun
didukung oleh rancangan UU KIP yang menerpkan sanksi lebih berat bagi
pihak-pihak yang memberikan informasi yang dikecualiakan daripada mengahmbat
memebrikan informasi yang bersifat terbuka.
[1] Barack Obama, Memorandum for
the Heads of Executive Departments and Agencies, January 21, 2009
[2] Dalam pertemuan dengan Komisi
Informasi Pusat pada tanggal 30 April 2010 dibahas beberapa hal untuk
disepakati: (i) Tidak ada penundaan pemberlakuan UU KIP, untuk itu Presiden
akan memberikan himbauan kepada seluruh pimpinan badan publik agar segera
mengklasifikasi informasi dan menyelenggarakan pelayanan informasi publik; (ii)
Komisi Informasi Pusat akan merumskan prosedur penyelesaian sengketa dengan
melibatkan pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Mahkamah Agung; (ii) Komisi
Informasi akan memprioritaskan penyelesaian sengketa Informasi melalui mediasi
pada tahun pertama pemberlakuan UU KIP; (iii) Komisi Informasi akan membuka
ruang konsultasi bagi Badan Publik dalam menerapkan Peraturan Komisi informasi
tentang Standar Layanan Informasi Publik; (iv) Presiden akan membahas RPP
tentang retensi kerahasiaan dan mekanisme ganti rugi di rapat Kabinet untuk
mempercepat pengesahan; (v) Daftar kekayaan pejabat masuk sebagai informasi
yang harus diumumkan berkala oleh Badan Publik. Dokumen yang digunakan adalah
dokumen LHKPN yang telah diverifikasi oleh KPK; (vi) Sengketa informasi tidak
berlaku surut, namun untuk informasi yang dihasilkan Badan Publik sebelum
UU KIP berlaku tetap harus disediakan, sepanjang dokumen dikuasai oleh Badan
Publik dan bukan termasuk informasi yang dikecualikan sesuai pasal 17 UU KIP;
(vii) BUMN/BUMD termasuk Badan Publik, namun informasi yang dapat mengganggu
daya saing BUMN/BUMD termasuk dikecualikan; (viii) Komisi informasi akan
memantau pelaksanaan peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan
Informasi Publik oleh Badan Publik dan akan melaporkan hasilnya kepada Presiden
RI setelah UU KIP diberlakukan.
-----------------------------
Sumber : AlamsyahSyaragih
Repost by Ruli