ads

Senin, 19 November 2012

Pengelolaan Sampah Berbasis Mandiri


Pengelolaan Sampah Berbasis Mandiri
PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MANDIRI. Tidak bisa dipungkiri jika saat ini masih banyak masyarakat yang berperilaku buruk tentang sampah. Mereka membuang sampah sembarangan. Perilaku ini Tidak mengenal tingkat pendidikan maupun status sosial. Di lingkungan kantor pemerintahan,bank, sekolah atau kampus, masih banyak dijumpai orang-orang berpendidikan tinggi membuang sampah sembarang. Kerap pula dijumpai pengendara mobil mewah membuang tissue, puntung rokok, atau bungkus makanan dari jendela mobilnya ke jalan raya.

Akibatnya, sampah berserakan dimana-mana. Di selokan, di sungai, di pasar, di dalam bus, di terminal atau dimana saja. Padahal sudah disediakan tempat sampah, namun tetap saja masih sembarangan membuang sampah. Pemandangan ini banyak dijumpai di daerah perkotaan. Data di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2010 menyebutkan, volume rata-rata sampah di Indonesia mencapai 200 ribu ton per hari. Daerah perkotaan menyumbang sampah paling banyak. Hal ini disebabkan banyak faktor, diantaranya pertambahan penduduk dan arus urbanisasi. Jika persoalan sampah tidak segera ditangani maka pada tahun 2020 volume sampah di Indonesia meningkat lima kali lipat. Berarti, 1 juta ton tumpukan sampah dalam sehari.

Sungguh fantastik. Peningkatan sampah dipicu oleh pertumbuhan jumlah penduduk. Hampir semua Negara mengalami problema sampah. Tapi di negara-negara maju yang masyarakatnya telah sadar lingkungan serta didukung teknologi modern, telah berhasil mengatasi sampah. Termasuk pula ekspor limbah ke negara lain sebagai salah satu langkah mengatasi sampah.

Pengelolaan sampah sebenarnya telah diatur pemerintah melalui UU Nomor 18/2008. Di dalamnya termaktub bahwa pengelolaan sampah tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah saja. Masyarakat dan pelaku usaha sebagai penghasil sampah juga bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah melalui UU tersebut memberi ruang yang cukup banyak bagi pemerintah provinsi, kotamadya/kabupaten untuk merencanakan dan mengelola sampah dalam kawasannya.

Kendati kewenangan itu telah terdistribusikan, namun tidak serta merta penanganan sampah menjadi simpel. Kondisi pengelolaan sampah di Indonesia masih tampak semrawut. Adanya kendala seperti kesulitan lahan TPA, terbatasnya armada pengangkut, kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah sejak dari sumbernya, teknologi pengolahan sampah yang masih tradisional (membakar dan open dumping), hingga kendala minimnya pengetahuan Sumber Daya Manusia (SDM) soal penanganan sampah.

Di samping itu, anggaran biaya tidak ketinggalan jadi kendala karena membangun sarana dan fasilitas pengelolaan sampah membutuhkan biaya tidak sedikit. Seperti dialami Pemda Kota Padang, Tangerang, Solo dan Bandung yang kesulitan membangun fasilitas TPA karena terbentur masalah anggaran, sementara Pemkot Batam kesulitan masalah lahan.

Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Sudirman menegaskan, selama ini program pengelolaan sampah hanya terfokus di bagian hilir, yakni bagaimana cara mengolah sampah. Sedangkan bagian hulu yang merupakan aspek paling penting, yakni manusia atau pihak yang menghasilkan sampah seolah-olah dibiarkan oleh pemerintah tanpa law enforcement dan sanksi tegas. “Kepedulian masyarakat kita untuk menjaga kebersihan masih sangat rendah. Kondisi ini yang mestinya dibenahi lebih dulu agar timbul kepedulian masyarakat terhadap lingkungan,” jelasnya. Menurutnya, penanganan sampah itu harus dimulai dari manusianya. Sampah timbul karena manusia. Kalau manusianya bisa dibenahi, maka persoalan sampah tidak sampai krusial. “Oleh sebab itu, pemerintah harus tegas memberi sanksi terhadap masyarakat yang melanggar Perda Kebersihan dalam rangka pembelajaran,” ujar Sudirman.

BERBASIS MANDIRI

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek terpenting dalam manajemen pengelolaan sampah terpadu. Mengatasi masalah sampah harus dimulai dari rumah tangga di lingkup RT/RW, Kelurahan dan Kecamatan kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas. Ini dikenal dengan program pengelolaan sampah mandiri berbasis masyarakat.

Esensi dari program tersebut adalah peran aktif dari warga masyarakat untuk melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah. Seperti diketahui, jenis sampah ada yang organik dan non organik. Masyarakat harus memilah terlebih dulu sebelum membuang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pemilahan bertujuan untuk memudahkan jika akan diterapkan teknologi lanjutan di TPA.

Sampah organik sebaiknya diolah sendiri oleh masyarakat menjadi pupuk kompos. Jika hal itu memberatkan, maka sebaiknya ada suatu unit pengelolaan khusus yang menampung sampah organic untuk diubah menjadi kompos atau bahkan menjadi energi listrik. Sementara sampah non-organik, seperti sampah plastik, kertas, bungkus kemasan atau logam disalurkan ke tempat penampungan khusus untuk di daur ulang.

“Volume sampah ke TPA akan sangat berkurang bila rumahtangga memanfaatkan sampah organik untuk dibuat pupuk karena 70% sampah dari rumahtangga adalah organik dan 30% non organik,” ujar Syukrul Amien, Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan dan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum.

Manajemen pengelolaan mandiri ini sudah diterapkan pada berbagai wilayah di Indonesia seperti di Malang, Depok, Bogor atau Pasuruan. Sejumlah wilayah lain akan siap menerapkan program tersebut. Meski sudah tersedia TPA, namun lokasinya sangat jauh sehingga untuk mengambil sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) butuh biaya transportasi yang mahal. Belum lagi kendala di perjalanan seperti sampah berterbangan ke jalan atau terjebak macet.

Untuk mengatasinya, pada umumnya dibangun tempat penampungan perantara atau Intermediate Treatment Facility (ITF) yang lokasinya tentu tidak jauh dari sumber produksi sampah. Dengan begitu, kendala jarak dan waktu dapat diatasi. “Pemda Kotamadya/Kabupaten bisa saja membangun ITF supaya pengelolaan sampah lebih efektif. Biaya pembangunannya dari APBD,” tuturnya.

Dengan adanya ITF, volume sampah yang akan diangkut ke TPA akan menjadi berkurang karena proses pengelolaan dari TPS bisa dilakukan di ITF. Sampah yang dibuang ke TPA adalah sampah yang benar-benar tidak bisa diolah di ITF.

BANK SAMPAH

Langkah penanganan yang lain adalah pendirian bank sampah yang sekarang marak bermunculan di sejumlah tempat. Di wilayah Kota Bogor misalnya, berdiri bank sampah dan menjadi proyek percontohan dari KLH. Bank sampah merupakan sistem pengolahan sampah berbasis rumah tangga dengan memberikan ganjaran berupa uang kepada mereka yang berhasil memilah dan menyetor sampah. Besarnya uang tergantung dari jenis  sampah. Di masyarakat, bank sampah dikenal dengan sebutan lapak pemulung.

Dengan adanya bank sampah, maka alur kebiasaan masyarakat membuang sampah menjadi lebih baik. Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber rumah tangga sampai masyarakat luas. Setelah dipilah, sampah tersebut disetor ke bank sampah untuk diolah sesuai jenis sampah. Hasil olahan (daur ulang) dijual kembali ke masyarakat.

“Kami akan terus mensosialisasikannya agar masyarakat dapat memahami fungsi bank sampah. Kalau ini sudah jalan, volume sampah di Bogor bisa berkurang,” jelas Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Dampak Lingkungan pada Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bogor, Shahlan Rasyidi.

Terkait dengan pengelolaan sampah adalah aspek teknologi. Kebiasaan masyarakat membakar sampah akan berdampak pada pencemaran lingkungan dan membahayakan kesehatan, sementara dengan sistem open dumping (menumpuk sampah) tentu membutuhkan lahan luas. Karena itu, perlu perencanaan matang dalam menerapkan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan.

KONSEP 3R ++

Selain itu, konsep 3R (reduce, reuse, recycle) harus benar-benar diterapkan dalam manajemen pengelolaan sampah. Pengertian 3R adalah mengurangi segala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah (reduce), menggunakan kembali sampah yang masih dapat dipakai untuk fungsi yang sama atau fungsi yang lain (reuse) dan mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat (recycle). Konsep 3R bertujuan untuk menekan volume sampah.

Menurut Syukrul, masyarakat sudah sejak lama menerapkan konsep 3R. Konsep ini kemudian berkembang dan sekarang muncul inovasi baru yang disebut 3R++, yakni pengelolaan sampah yang bisa memberikan nilai tambah (benefit) baru bagi masyarakat. Selain manfaat kompos dan produk daur ulang, masyarakat bisa menikmati keuntungan lebih berupa energi listrik dari sampah yang bisa mengger akkan mesin pengolah. Bahkan, bisa dikembangkan untuk penerangan jalan atau rumah-rumah warga.

“Ini yang akan dikembangkan dalam manajemen pengelolaan sampah ke depan. Masyarakat bisa menikmati banyak manfaat dari sampah. Sistem ini sudah banyak dipakai di negara maju,” jelasnya. Pada sampah jenis limbah berbahaya yang dihasilkan dari industri dan rumah sakit, maka pengelolaannya menjadi tanggungjawab sepenuhnya dari perusahaan bersangkutan.

Dalam kondisi keterbatasan kapasitas pelayanan pemerintah, maka dunia usaha dan swasta juga dapat dijadikan sebagai mitra untuk mewujudkan pelayanan pengelolaan sampah yang baik melalui program Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Pemerintah membuka peluang pada swasta untuk turut serta dalam pengelolaan sampah.

Menurut data KLH, cakupan pelayanan sampah saat ini tidak lebih 20%. Mengacu pada Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015 yang menargetkan akses layanan persampahan kepada masyarakat kota sebesar 80% atau 104,6 juta, dan 50% atau 57,5 juta jiwa di pedesaan dengan total seluruh Indonesia mencapai 66% atau 162,1 juta jiwa, maka sudah waktunya Pemda Kotamadya/Kabupaten berupaya keras untuk mewujudkan target tersebut. Terlebih lagi tahun 2015 tidak lama lagi.

Alhasil, penanganan dan pengelolaan sampah butuh komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan (stake holder) mulai dari hulu sampai hilir. Tanpa adanya komitmen yang kuat, mustahil masalah sampah dapat diatasi. “Sampah ibarat bola salju yang kalau tidak segera ditangani secara baik, maka bola salju itu akan membesar dan siap menimbun kita,” tandas Syukrul Amien. Tentunya tidak ingin itu menimpa kita.(*)
----------------------------------------
Pengelolaan Sampah Berbasis Mandiri
Sumber : Suistaining Partnership (Media Informasi Kerjasama Pemerintah Dan Swasta), Bappenas
Repost by Rulianto Sjahputra