Repost by Rulianto Sjahputra
If
you cannot protect your country, how can you protect your family.
If
you cannot protect your environment, how can you demand improvement.
If
you cannot protecy your forest, how can you protest.
Lapisan Ozon Berlubang |
PENIPISAN LAPISAN OZON
Konsentrasi Ozon Di
Atmosfer Bumi
Lubang Ozon |
Atmosfer
terdiri dari sejumlah campuran gas, partikel dan aerosol, yang kita kenal sebagai udara yang mengelilingi bumi.
Fungsinya adalah memberi kehidupan pada manusia, binatang, dan tanaman. Selain
itu, atmosfer berfungsi untuk memfilter sinar kosmis yang mematikan termasuk sinar ultra violet (UV) dari matahari. Udara ini ditemukan dalam jarak 30
km dari bumi (ada di troposfer) dan
semakin jauh jaraknya dari bumi makin menipis (stratosfer). Adapun lapisan ozon (O3) didapatkan di bagian stratosfer dari atmosfer bumi.
Tidak akan ada kehidupan di bumi, seandainya lapisan ozon lenyap
Pada lebih dari 30 tahun yang
lalu telah diketahui bahwa lapisan ozon telah berlubang. Padahal lapisan ozon
inilah yang melindungi manusia dan hewan dari sinar solar ultra violet yang merusak sel-sel. Sebaliknya pohon dan
tanaman relative bertahan terhadap sinar matahari ultra violet ini, bahkan melalui chlorophyl daunnya mengabsorbsi
karbon dioksida (CO2) dari udara dan merubahnya menjadi oksigen (O2).
Oksigen yang dikeluarkan tanaman
melayang ke udara melalui lapisan bawah angkasa/atmosfer yang disebut troposfer,
dan menuju ke lapisan atmosfer yang
disebut/dinamakan stratosfer dimana
untuk kemudian diubah menjadi ozon secara interaksi dengan sinar solar (matahari) ultra violet (UV). Ozon ini kemudian tersebar di stratosfer yang tipis dan bertekanan
rendah, membentuk suatu lapisan yang menghalangi sinar ultra violet memasuki troposfer.
Kerusakan Lapisan Ozon
Tidak aka ada kehidupan di bumi,
seandainya lapisan ozon ini lenyap, karena manusia dan hewan akan langsung
disinari sinar matahari ultra violet
dengan segala akibatnya. Ozon ini rusak oleh gas chlorofluorocarbon (CFC)
yang sifatnya seperti sinar rontgen
(X-ray) dan ampas nuklir yang bertahan hidup selama 100 tahun di lapisan ozon
(untuk CFC menetap selama 75 sampai 380 tahun di atmosfer bumi). CFC digunakan
untuk menjalankan lemari es (refrigerator),
AC, segala bentuk spray, “Styrofoam” yang digunakan untuk
piring, gelas, pembungkus, dan berbagai perabotan atau furniture yang memakai “foam”.
CFC dan methane (CH4) jauh lebih kuat efeknya dari CO2, masing-masing 10.000 kali dari CO2 untuk CFC dan 20 kali dari CO2 untuk CH4. Tetapi saat ini CO2 masih sebagai penyebab utama rusaknya ozon dan pemanasan bumi.
Kenyataannya, Korea Selatan
semakin meningkatkan investasinya dalam produkksi kulkas dan AC untuk
permintaan pasar (konsumen) Indonesia, sehingga Indonesia menjadi salah satu
konsumen terbesar kulkas dan AC di Asia Tenggara. Otomatis, produksi CFC nya
akan menjadi yang terbesar juga, kecuali jika CFC diganti dengan gas lain yang
ramah lingkungan, namun hal ini kemungkinannya kecil. Bisnis CFC Korea Selatan
terus meningkat, sementara imbas produksinya membolongi lapisan ozon semakin
besar dari tahun ke tahun di bumi Indonesia.
Chlorofluorocarbon (CFC) adalah
suatu gas yang diciptakan secara tidak sengaja pada tahun 1928, yang pada
awalnya diperkirakan tidak berbahaya. Namun kemudian ternyata bahwa CFC dapat
menetap di atmosfer selama 75 sampai 380 tahun. CFC yang dikeluarkan secara
perlahan ke udara (3-5 tahun), naik ke stratosfer dan bereaksi dengan sinar UV,
sehingga atom Chlor terpisah dari molekul CFC. Atom Chlor inilah yang memecah ozon
(O3) menjadi O2 dan O. Atom Chlor tersebut bergerak lagi dan kembali memecah
ozon lainnya, begitu seterusnya berulang-ulang selama bertahun-tahun sesuai
dengan kemampuan lamanya CFC bertahan di atmosfer bumi.
Selain CFC, masih banyak gas Carbon
lainnya yang merusak ozon, terutama yang berasal dari alat-alat rumah tangga.
Selain itu, peluncuran roket di Amerika Serikat, Rusia, Israel, India, China
dan Pakistan telah memancarkan ratusan ton asam hydrochloric (HCL) ke atmosfer, yang akan merusak lapisan ozon.
Korea Utara juga berkeras untuk memproduksi nuklir yang akan membahayakan
lapisan ozon, terutama di Asia.
Pada tahun 1973, dua pakar,
Sherwood Rowland dan Mario Molina dari Universitas California, Berkley
menemukan bahwa CFC dapat merusak lapisan ozon, namun baru pada tahun 1982,
para ahli dari Inggris menemukan bukti bahwa sebagian lapisan ozon di Kutub
Selatan telah hilang. Pada tahun 1987 dan 1989, pesawat terbang telah berhasil
memasuki stratosfer dan berhasil mengukur konsentrasi ozon dan tingkat
Chlorine. Mereka menemukan bahwa hamper seluruh lapisan ozon di Antartika telah
hilang (95 %) disamping tingkat kadar Chlorine yang tinggi. Dan ternyata,
lapisan ozon juga mulai menipis di belahan bumi utara.
Pada tanggal 26 Januari 2003,
NASA telah meluncurkan satelit untuk mengukur cahaya matahari, dan dengan
demikian dapat diketahui pengaruhnya pada suhu bumi dan lapisan ozon.
PEMANASAN BUMI
Pada akhir tahun 1980-an, para ahli
klimatologi mulai memperhatikan masalah pemanasan bumi. Mereka meramalkan
akibat terburuk kehancuran bumi akibat ulah manusia. Namun sesungguhnya manusia
masih mampu mencegah atau meminimalisir dampak kehancuran yang terjadi akibat
pemanasan bumi dengan cara mengurangi produksi gas carbon dioksida (CO2).
Carbon dioksida (CO2) adalah polutan utama dalam terjadinya pemanasan bumi.
Sepuluh tahun kemudian yaitu pada
tahun 1990-an, “World Wide Fund of Nature”
(WWF) mengemukakan : “Pemanasan bumi telah terjadi, dan berpengaruh terhadap
(perubahan) cuaca”. Pada awal abad ke 21, banjir di
Eropa dan Asia menunjukkan bahwa perubahan cuaca bukan lagi suatu ramalan untuk
masa depan, tetapi sudah menjadi kenyataan saat ini. Suhu bumi telah meningkat
dan penyebab utamanya adalah gas carbon
dioksida (CO2).
Seperti halnya kaca pada “green house”, maka suatu lapisan yang
terdiri dari uap air, CO2 dan gas-gas lain yang mengelilingi bumi dan mengatur
cuaca/iklim. Sejak zaman es (ice age)
konsentrasi gas-gas ini relative stabil, tetapi sejak terjadinya revelusi
industry tahun 1750 di Eropa, kegiatan manusia telah berubah dan merubah
keseimbangan alam yang ada. Akibat polusi udara ini maka mengakibatkan
penebalan dinding kaca di bawah atmosfer bumi yang lebih dikenal dengan istilah
dinding kaca “green house” atau rumah kaca.
Carbon dioksida (CO2) adalah polutan utama dalam terjadinya
pemanasan bumi. Konsentrasinya telah meningkat sebanyak 30 % sejak tahun 1970,
dan akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi kendaraan di dunia. Sampai dengan saat ini kendaraan
listrik, gas ataupun kendaraan yang emisinya kurang, masih dalam penelitian dan
produksinya masih rendah lagi mahal.
BUMI TERPANGGANG (EFEK
RUMAH KACA)
Gas CO2 bersama beberapa gas buatan lainnya
seperti Chlorofluorocarbon (CFC)
dan methane (CH4) naik ke lapisan bahwah atmosfer (troposfer) dan menyelimuti
bumi. Selimut gas buatan ini membentuk suatu dinding seperti kaca pada rumah
kaca yang membiarkan sinar matahari masuk dan memanasinya, tetapi panas yang
terjadi berbentuk radiasi “infra red” yang tidak menembus kembali ke atmosfer
melalui kaca atau selimut gas tersebut. Akibatnya adalah penebalan dinding
rumah kaca sehingga bumi naik temperaturnya. Semakin banyak konsentrasi gas-gas
buatan di atas, maka bumi-pun terus semakin bertambah panas. Bukankah ini
artinya lama kelamaan bumi akan terpanggang?.
Carbon dioksida (CO2) yang
memasuki atmosfer sangat mempengaruhi cuaca di permukaan bumi. CO2 ini
merupakan hasil pembakaran minyak, batubara dan gas natural lainnya. Selama
masih bernafas, manusia dan hewan mengeluarkan CO2 dari paru-parunya, bahkan
pada waktu meninggal, jasadnya pun menghasilkan CO2, Sebaliknya tanaman
menghirup CO2 melalui daunnya, dan mengeluarkan Oksigen (O2) ke udara.
Sebenarnya CFC dan methane (CH4)
jauh lebih kuat efeknya dari CO2, masing-masing 10.000 kali dari CO2 untuk CFC dan 20 kali dari CO2 untuk
CH4. Tetapi saat ini CO2 masih sebagai penyebab utama rusaknya ozon dan
pemanasan bumi. Seperti telah disinggung di atas, CFC banyak dihasilkan dari
gas buatan untuk kulkas, AC, spray rambul, dll. Sedangkan gas methane (CH4)
banyak berasal dari kotorahan sapi. Menurut suatu penelitian, methane (CH4)
hasil dari dua ekor sapi saja, dapat memberikan penerangan sebuah rumah ukuran
sedang, tetapi yang pasti efeknya ikut meningkatkan pemanasan global.
Beberapa tahun yang lalu
berdasarkan hasil suatu penelitian dari Universitas Wageningen Belanda dan
Fraunhover Institute dari Jerman, menyimpulkan suatu eksperimen yang dilakukan
di International Research Institute, Philipina, bahwa ada korelasi antara
persawahan (padi) dengan gas methane.
Meskipun gas CH4 yang ke udara jumlahnya lebih kecil dari CO2, tetapi pengaruhnya terhadap cuaca jauh lebih besar.
Methane (CH4) terutama diproduksi oleh
peternakan yang besar dan sawah, dimana 10 % CH4 global berasal dari sawah yang
pada hakekatnya telah memberikan makan pada separuh penduduk dunia. (Bila
kondisi keseimbangan alam terjaga, maka pengaruh gas CH4 dapat ternetralisir
secara alami). Methane (CH4) merupakan
gas rumah kaca kedua setelah Karbon dioksida (CO2). Meskipun gas CH4 yang ke
udara jumlahnya lebih kecil dari CO2, tetapi pengaruhnya terhadap cuaca jauh
lebih besar. Belum pernah kadar gas rumah kaca sedemikian tingginya seperti
sekarang ini, sehingga diperkirakan temperatur/suhu bumi akan naik antara 1
sampai 5 derajat Celcius. Sedangkan penangkalnya sampai saat ini adalah (hanya)
hutan. Akibat yang terjadi dari kondisi
tersebut adalah perubah an cuaca yang dahsyat. Permukaan laut akan meningkat,
karena pemanasan air laut sehingga daratan akan banjir/terbenam terutama pada
saat terjadinya angin topan.
Ketika air laut naik, banyak
pulau dan kota yang akan terbenam. Misalnya saja kepulauan di Maldives dan Fiji
serta Kota Venice. WWF for Nature pernah menyampaikan, bahwa beberapa pulau
kecil di Indonesia akan terbenam. Riau sejauh ini telah kehilangan 7 pulaunya
akibat berbagai sebab.
Pada akhir Desember 2002, siklon
yang dinamakan Zoe telah melanda pulau-pulau di Solomon. Dimana tercatat dua
desa di Pulau Tikopia disapu habis oleh laut yang hanya menyisakan ujung pohon
kelapa tidak berdaun. Demikian pula dengan Fiji yang telah dilanda badai topan
disertai banjir besar.
Menurut U.S. Protection Agent,
permukaan air laut dapat naik sampai 2,2 meter pada tahun 2100. Akibat pemanasan
global, permukaan air laut telah naik di Semarang. Menurut Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pemukiman, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kota
Semarang, bekerjasama dengan National Institute for Land, Infrastructure and
Transport, Jepang, permukaan air laut naik 5 mm setiap tahun (laporan tahun
2002). Sementara hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun
1990, menemukan permukaan air laut juga disebabkan penurunan permukaan tanah Pantai
Utara Semarang.
Perlu disadari bahwa sebagian
penduduk bumi bermukim di kota-kota atau desa dekat pantai atau laut. Para ahli
internasional berpendapat bahwa dengan peningkatan permukaan air laut naik
sebanyak 2-5 kali, akan membahayakan pantai Amerika dan Eropa dan khususnya
Negara-negara kepulauan seperti Indonesia dengan kota pantainya seperti Jakarta, Tangerang (utara), Semarang, Padang,
Ambon, dan kota atau pulau pantai lainnya.
Jakarta, terutama Jakarta Utara
berpotensi akan terbenam. Dengan pemanasan bumi yang menyebabkan suhu air laut
memanas dari 27 menjadi 29 derajat Celcius (data 2003), menyebabkan air naik ke
daratan yang lebih rendah. Jakarta sendiri daratannya setiap tahun turun
beberapa mm karena penyerapan air yang terlalu besar dari perumahan yang padat
serta perusahaan. Sebab lainnya adalah air hujan yang tidak dapat meresap masuk
ke tanah disebabkan sebagian besar permukaan tanah ditutupi semen dan aspal.
(Regulasi tentang Ruang Terbuka Hijau/RTH untuk area publik dan privat sebesar
30 % dari total lahan seharusnya ampuh mengantisipasi keadaan ini). Sangat
susah saat ini menjumpai daerah yang masih menggunakan sumur untuk air bersih,
rata-rata sudah menggunakan mesin jet-pump agar bisa mendapatkan air bersih
karena keberadaan air tanah sudah tidak ada pada lapisan tanah bagian atas.
Perubahan cuaca akibat pemanasan
global berakibat pada wilayah Indonesia seperti tahun 2002, dimana musim
kemarau di Indonesia lebih panjang. Akibatnya panen padi terlambat selama dua
bulan. Terjadi banjir besar di beberapa wilayah Indonesia, Jakarta terendam
parah pada tahun 2002. Ratusan hektar tanaman padi dan tanaman produktif
lainnya rusak . Pertanyaannya, apakah hanya dengan membangun sarana irigasi dan
pembuangan air yang baik dapat menanggulangi keadaan ini?... Tidak sesederhana
itu pastinya. Mengingat keadaan dan kondisi tersebut terjadi karena
ketidakseimbangan alam yang terjaga oleh manusia.
Para ahli telah menemukan bukti,
bahwa walaupun suhu bumi naik hanya 1 derajat F, dampak yang ditimbulkannya antara
lain ; laut akan memanas, luas liputan salju akan berkurang, dan glacier akan
mengecil. Selain itu juga berpengaruh pada kehidupan hewan dan tanaman.
Terdapat kemungkinan sejumlah tanaman dan hewan akan punah atau berpindah ke
daerah lain sehingga mengganggu habitat ekosistem di sana. Besarkah pengaruhnya
bagi manusia perubahan suhu 1 derajat F tersebut?.
Masih disekitar awal tahun
2000-an, suhu yang sangat dingin malahan terjadi di Bangladesh dan India,
bahkan di Beijing terjadi salju yang tebalnya 8 cm. Di Amerika Serikat,
sejumlah kota ditutupi salju tebal, dan di New York penerbangan sampai harus
dihentikan karena badai salju. Di Monggolia hewan banyak yang mati akibat
kedinginan, otomatis manusianya kesulitan memperoleh makanan untuk mereka.
Sejak sekitar 30-40 tahun yang
lalu, Alaska yang biasanya pada bulan desember-Pebruari berwarna putih karena
tertutupi salju dengan suhu minus (-) 34 sampai (-) 30 derajat C, naik suhunya
hingga kisaran 0 derajat C. Perubahan suhu ini secara perlahan terlihat (baru
disadari) sejak 30 tahun terakhir. Alaska bukanlah disebut Alaska kalau tidak
ada salju dan tidak dingin membeku. Diperkirakan dalam 100 tahun ke depan, suhu
bumi akan naik sampai 10 derajat Fahrenheit.
Laporan dari Intergovermental
Panel on Climate Change (IPCC), suatu grup ahli tingkat dunia (terdiri dari
ratusan ahli) yang disponsori oleh United Nation pada tahun 2001 lalu sepakat
bahwa pemanasan global telah terjadi diakibatkan oleh (aktivitas) manusia di
seluruh dunia yang berpotensi besar akan menimbulkan bencana di bumi. Lebih
lanjut IPCC berdasarkan penelitian terhadap pengaruh rumah kaca menyatakan,
bahwa temperatur/suhu permukaan bumi akan naik di antara 1,4 sampai 5,8 derajat
Celcius pada masa 1990-2100.
Secara faktual memang pemanasan
bumi telah terjadi dan tidak dapat dipungkiri lagi. Suhu bumi telah meningkat 0,5° C pada akhir abad yang lalu.
CO2 telah meningkat dan manusia sangat berperan dalam hal ini. Perubahan suhu
saat ini lebih cepat dari 10.000 tahun yang lalu dikarenakan penduduk bumi
belum pernah sepadat ini (tercatat jumlah penduduk dunia mencapai 7 milyar pada
tahun 2012, pen.), sehingga tingkat CO2 begitu besar disamping berasal dari
pernapasan manusia dan hewan, juga dikarenakan semakin meningkatnya aktivitas
manusia yang telah padat ini dalam memenuhi berbagai kebutuhannya yang ternyata
berdampak terhadap peningkatan produksi gas CO2 dan gas buatan lainnya sepert
CFC, CH4, dll. Di sisi lain, kepadatan jumlah penduduk serta peningkatan
konsumsi kebutuhan manusia semakin mempersempit komunitas hayati khususnya
hutan yang semakin sedikit. Padahal sampai dengan saat ini, hanya hutanlah yang
dapat menetralisir gas-gas polutan
penyebab pemanasan global dan perusak lapisan ozon.
-------------------------------------
Daftar bacaan : DR. Sonja Roesma, SKM (Polusi dan Penyakit, Yayasan
Citra Pendidikan Indonesia, Jakarta, 2003), Trees
of knowladges-Tempo, World Wide Fund of Nature, dan dari berbagai sumber.
Post by rulianto sjahputra-2012.