ads

Rabu, 12 September 2012

Sejarah Sebutan Tangerang Kota Benteng

Diposting  kembali dari berbagai sumber oleh Rulianto Sjahputra

Tangerang Kota Benteng, …… ternyata tidak semua warganya yang mengetahui asal-usul sebutan Kota Benteng untuk Tangerang. Begitu juga dengan saya yang minim mengetahui sejarah ini. Karena itu mulailah saya mencari berbagai literature yang kiranya dapat memperkaya wawasan sejarah kita. Khususnya bagi teman-teman yang tinggal dan beraktivitas di wilayah Tangerang. Selamat menyimak dan mengikuti, dan mohon untuk mengoreksi postingan ini guna pengayaan bahan literatur sejarah yang ada. Semoga bermanfaat.

Untuk mengungkapkan asal-usul Tangerang sebagai kota "Benteng", diperlukan catatan yang menyangkut perjuangan. Menurut sari tulisan F. de Haan yang diambil dari arsip VOC,resolusi tanggal 1 Juni 1660 dilaporkan bahwa Sultan Banten telah membuat negeri besar yang terletak di sebelah barat sungai Untung Jawa, dan untuk mengisi negeri baru tersebut Sultan Banten telah memindahkan 5 sampai 6.000 penduduk.

Kemudian dalam Dag Register tertanggal 20 Desember 1668 diberitakan bahwa Sultan Banten telah mengangkat Radin Sina Patij dan Keaij Daman sebagai penguasa di daerah baru tersebut. Karena dicurigai akan merebut kerajaan, Raden Sena Pati dan Kyai Demang dipecat Sultan. Sebagai gantinya diangkat Pangeran Dipati lainnya. Atas pemecatan tersebut Ki Demang sakit hati. Kemudian tindakan selanjutnya ia mengadu domba antara Banten dan VOC. Tetapi ia terbunuh di Kademangan.

Dalam arsip VOC selanjutnya, yaitu dalam Dag Register tertanggal 4 Maret 1980 menjelaskan bahwa penguasa Tangerang pada waktu itu adalah Keaij Dipattij Soera Dielaga. Kyai Soeradilaga dan putranya Subraja minta perlindungan kompeni dengan diikuti 143 pengiring dan tentaranya (keterangan ini terdapat dalam Dag Register tanggal 2 Juli 1982). Ia dan pengiringnya ketika itu diberi tempat di sebelah timur sungai, berbatasan dengan pagar kompeni.

Ketika bertempur dengan Banten, ia beserta ahli perangnya berhasil memukul mundur pasukan Banten. Atas jasa keunggulannya itu kemudian ia diberi gelar kehormatan Raden Aria Suryamanggala, sedangkan Pangerang Subraja diberi gelar Kyai Dipati Soetadilaga. Selanjutnya Raden Aria Soetadilaga diangkat menjadi Bupati Tangerang I dengan wilayah meliputi antara sungai Angke dan Cisadane. Gelar yang digunakannya adalah Aria Soetidilaga I. Kemudian dengan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 17 April 1684, Tangerang menjadi kekuasaan kompeni, Banten tidak mempunyai hak untuk campur tangan dalam mengatur tata pemerintahan di Tangerang. Salah satu pasal dari perjanjian tersebut berbunyi: "Dan harus diketahui dengan pasti sejauh mana batas-batas daerah kekuasaan yang sejak masa lalu telah dimaklumi maka akan tetap ditentukan yaitu daerah yang dibatasi oleh sungai Untung Jawa atau Tangerang dari pantai Laut Jawa hingga pegunungan-pegunungan sejauh aliran sungai tersebut dengan kelokan-kelokannya dan kemudian menurut garis lurus dari daerah Selatan hingga utara sampai Laut Selatan. Bahwa semua tanah disepanjang Untung Jawa atau Tangerang akan menjadi milik atau ditempati kompeni"
Dengan adanya perjanjian tersebut daerah kekuasaan bupati bertambah luas sampai sebelah barat sungai Tangerang. Untuk mengawasi Tangerang maka dipandang perlu menambah pos-pos penjagaan di sepanjang perbatasan sungai Tangerang, karena orang-orang Banten selalu menekan penyerangan secara tiba-tiba. Menurut peta yang dibuat tahun 1962, pos yang paling tua terletak di muara sungai Mookervaart, tepatnya disebelah utara Kampung Baru. Namun kemudian ketika didirikan pos yang baru, bergeserlah letaknya ke sebelah Selatan atau tepatnya di muara sungai Tangerang.

Menurut arsip Gewone Resolutie Van hat Casteel Batavia tanggal 3 April 1705 ada rencana merobohkan bangunan-bangunan dalam pos karena hanya berdinding bambu. Kemudian bangunannya diusulkan diganti dengan tembok. Gubernur Jenderal Zwaardeczon sangat menyetujui usulan tersbut, bahkan diinstruksikan untuk membuat pagar tembok mengelilingi bangunan-bangunan dalam pos penjagaan. Hal ini dimaksudkan agar orang Banten tidak dapat melakukan penyerangan. Benteng baru yang akan dibangun untuk ditempati itu direncanakan punya ketebalan dinding 20 kaki atau lebih. Disana akan ditempatkan 30 orang Eropa dibawah pimpinan seorang Vandrig(Peltu) dan 28 orang Makasar yang akan tinggal diluar benteng. Bahan dasar benteng adalah batu bata yang diperoleh dari Bupati Tangerang Aria Soetadilaga I.

Setelah benteng selesai dibangun personilnya menjadi 60 orang Eropa dan 30 orang hitam. Yang dikatakan orang hitam adalah orang-orang Makasar yang direkrut sebagai serdadu kompeni. Benteng ini kemudian menjadi basis kompeni dalam menghadapi pemberontakan dari Banten. Kemudian pada tahun 1801, diputuskan untuk memperbaiki dan memperkuat pos atau garnisun itu, dengan letak bangunan baru 60 roeden agak ke tenggara, tepatnya terletak disebelah timur Jalan Besar pal 17. Orang-orang pribumi pada waktu itu lebih mengenal bangunan ini dengan sebutan "Benteng". Sejak itu, Tangerang terkenal dengan sebutan Benteng. Benteng ini sejak tahun 1812 sudah tidak terawat lagi, bahkan menurut "Superintendant of Publik Building and Work" tanggal 6 Maret 1816 menyatakan: "...Benteng dan barak di Tangerang sekarang tidak terurus, tak seorangpun mau melihatnya lagi. Pintu dan jendela banyak yang rusak bahkan diambil orang untuk kepentingannya".


Perjuangan kemerdekaan

Pada Oktober 1945, Laskar Hitam, milisi muslim ekstrem didirikan di Tangerang. tujuan dari gerakan ini adalah untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Gerakan ini kemudian menjadi bagian kelompok pemberontak DI/TII. Pada 31 Oktober 1945, Laskar Hitam menculik Oto Iskandardinata, Menteri Negara Republik Indonesia. Kemungkinan dibunuh di pantai Mauk, Tangerang pada 20 Desember 1945.

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia, ada kerusuhan ras di Tangerang. Kelompok anti etnis Tionghoa menyerang etnis Tionghoa di Tangerang karena mereka menganggap bahwa etnis Tionghoa mendukung pemerintah Belanda yang mencoba untuk kembali menguasai Indonesia.

 

Setelah kemerdekaan Indonesia

Sejak tahun 1981 hingga 1984, Bandara Internasional Soekarno-Hatta dibangun di Benda, Tangerang. Bandara terletak di Tangerang, namun disebut sebagai Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. Cengkareng adalah nama sub-distrik di Jakarta Barat yang berdekatan dengan bandara. Saat ini Bandara Soekarno-Hatta telah dikenal masyarakat luas sebagai Bandar udara yang berada di Tangerang Banten.

Pada Agustus 1996, walmart, pengecer terbesar dari Amerika Serikat membuka cabang pertamanya di Indonesia di Lippo Karawaci, Tangerang. Sayangnya, cabang tersebut dijarah dan dibakar pada kerusuhan Mei 1998. Walmart menghentikan investasi mereka di Indonesia setelah kerusuhan.

Artikel Terkait : Sejarah Tangerang