Diposting kembali dari berbagai sumber oleh Rulianto Sjahputra
Tangerang
Kota Benteng, …… ternyata tidak semua warganya yang mengetahui asal-usul
sebutan Kota Benteng untuk Tangerang. Begitu juga dengan saya yang minim
mengetahui sejarah ini. Karena itu mulailah saya mencari berbagai literature yang
kiranya dapat memperkaya wawasan sejarah kita. Khususnya bagi teman-teman yang tinggal dan beraktivitas di wilayah Tangerang. Selamat menyimak dan mengikuti, dan mohon untuk mengoreksi postingan ini guna pengayaan bahan literatur sejarah yang ada. Semoga bermanfaat.
Untuk mengungkapkan
asal-usul Tangerang sebagai kota "Benteng", diperlukan catatan yang
menyangkut perjuangan. Menurut sari tulisan F. de Haan yang diambil dari arsip VOC,resolusi tanggal 1 Juni 1660
dilaporkan bahwa Sultan Banten telah membuat negeri besar yang terletak di
sebelah barat sungai Untung Jawa,
dan untuk mengisi negeri baru tersebut Sultan Banten telah memindahkan 5 sampai
6.000 penduduk.
Kemudian dalam Dag Register tertanggal 20 Desember
1668 diberitakan bahwa Sultan Banten telah mengangkat Radin Sina Patij dan Keaij
Daman sebagai penguasa di daerah baru tersebut. Karena dicurigai akan
merebut kerajaan, Raden Sena Pati dan Kyai Demang dipecat Sultan. Sebagai
gantinya diangkat Pangeran Dipati lainnya. Atas pemecatan tersebut Ki Demang
sakit hati. Kemudian tindakan selanjutnya ia mengadu domba antara Banten dan
VOC. Tetapi ia terbunuh di Kademangan.
Dalam arsip VOC
selanjutnya, yaitu dalam Dag Register
tertanggal 4 Maret 1980 menjelaskan bahwa penguasa Tangerang pada waktu itu
adalah Keaij Dipattij Soera Dielaga.
Kyai Soeradilaga dan putranya Subraja
minta perlindungan kompeni dengan diikuti 143 pengiring dan tentaranya
(keterangan ini terdapat dalam Dag Register tanggal 2 Juli 1982). Ia dan
pengiringnya ketika itu diberi tempat di sebelah timur sungai, berbatasan
dengan pagar kompeni.
Ketika bertempur dengan
Banten, ia beserta ahli perangnya berhasil memukul mundur pasukan Banten. Atas
jasa keunggulannya itu kemudian ia diberi gelar kehormatan Raden Aria Suryamanggala, sedangkan Pangerang Subraja diberi gelar Kyai Dipati Soetadilaga. Selanjutnya Raden Aria Soetadilaga diangkat menjadi
Bupati Tangerang I dengan wilayah meliputi antara sungai Angke dan
Cisadane. Gelar yang digunakannya adalah Aria
Soetidilaga I. Kemudian dengan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal
17 April 1684, Tangerang menjadi kekuasaan kompeni, Banten tidak mempunyai hak
untuk campur tangan dalam mengatur tata pemerintahan di Tangerang. Salah satu
pasal dari perjanjian tersebut berbunyi: "Dan harus diketahui dengan pasti
sejauh mana batas-batas daerah kekuasaan yang sejak masa lalu telah dimaklumi
maka akan tetap ditentukan yaitu daerah yang dibatasi oleh sungai Untung Jawa
atau Tangerang dari pantai Laut Jawa hingga pegunungan-pegunungan sejauh aliran
sungai tersebut dengan kelokan-kelokannya dan kemudian menurut garis lurus dari
daerah Selatan hingga utara sampai Laut Selatan. Bahwa semua tanah disepanjang
Untung Jawa atau Tangerang akan menjadi milik atau ditempati kompeni"
Dengan adanya perjanjian
tersebut daerah kekuasaan bupati bertambah luas sampai sebelah barat sungai
Tangerang. Untuk mengawasi Tangerang maka dipandang perlu menambah pos-pos
penjagaan di sepanjang perbatasan sungai Tangerang, karena orang-orang Banten
selalu menekan penyerangan secara tiba-tiba. Menurut peta yang dibuat tahun
1962, pos yang paling tua terletak di muara sungai Mookervaart, tepatnya
disebelah utara Kampung Baru. Namun kemudian ketika didirikan pos yang baru,
bergeserlah letaknya ke sebelah Selatan atau tepatnya di muara sungai
Tangerang.
Menurut arsip Gewone Resolutie Van hat Casteel Batavia
tanggal 3 April 1705 ada rencana merobohkan bangunan-bangunan dalam pos karena
hanya berdinding bambu. Kemudian bangunannya diusulkan diganti dengan tembok. Gubernur Jenderal Zwaardeczon sangat
menyetujui usulan tersbut, bahkan diinstruksikan untuk membuat pagar tembok
mengelilingi bangunan-bangunan dalam pos penjagaan. Hal ini dimaksudkan agar
orang Banten tidak dapat melakukan penyerangan. Benteng baru yang akan dibangun
untuk ditempati itu direncanakan punya ketebalan dinding 20 kaki atau lebih.
Disana akan ditempatkan 30 orang Eropa dibawah pimpinan seorang Vandrig(Peltu)
dan 28 orang Makasar yang akan tinggal diluar benteng. Bahan dasar benteng
adalah batu bata yang diperoleh dari Bupati Tangerang Aria Soetadilaga I.
Setelah benteng selesai
dibangun personilnya menjadi 60 orang Eropa dan 30 orang hitam. Yang dikatakan
orang hitam adalah orang-orang Makasar yang direkrut sebagai serdadu kompeni.
Benteng ini kemudian menjadi basis kompeni dalam menghadapi pemberontakan dari
Banten. Kemudian pada tahun 1801, diputuskan untuk memperbaiki dan memperkuat
pos atau garnisun itu, dengan letak bangunan baru 60 roeden agak ke tenggara,
tepatnya terletak disebelah timur Jalan Besar pal 17. Orang-orang pribumi pada
waktu itu lebih mengenal bangunan ini dengan sebutan "Benteng". Sejak
itu, Tangerang terkenal dengan sebutan Benteng. Benteng ini sejak tahun 1812
sudah tidak terawat lagi, bahkan menurut "Superintendant of Publik
Building and Work" tanggal 6 Maret 1816 menyatakan: "...Benteng dan
barak di Tangerang sekarang tidak terurus, tak seorangpun mau melihatnya lagi.
Pintu dan jendela banyak yang rusak bahkan diambil orang untuk
kepentingannya".
Perjuangan kemerdekaan
Pada Oktober 1945, Laskar
Hitam, milisi muslim ekstrem didirikan di Tangerang. tujuan dari gerakan ini
adalah untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Gerakan ini kemudian menjadi bagian kelompok
pemberontak DI/TII. Pada 31 Oktober 1945,
Laskar Hitam menculik Oto Iskandardinata, Menteri Negara Republik Indonesia. Kemungkinan dibunuh di pantai
Mauk, Tangerang pada 20 Desember 1945.
Setelah deklarasi
kemerdekaan Indonesia, ada kerusuhan ras di
Tangerang. Kelompok anti etnis Tionghoa menyerang etnis Tionghoa di Tangerang karena mereka menganggap
bahwa etnis Tionghoa mendukung pemerintah Belanda yang mencoba untuk kembali menguasai Indonesia.
Setelah kemerdekaan Indonesia
Sejak tahun 1981 hingga
1984, Bandara Internasional Soekarno-Hatta dibangun di Benda, Tangerang. Bandara terletak di Tangerang,
namun disebut sebagai Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. Cengkareng adalah nama
sub-distrik di Jakarta Barat yang berdekatan dengan bandara. Saat ini Bandara Soekarno-Hatta
telah dikenal masyarakat luas sebagai Bandar udara yang berada di Tangerang
Banten.
Pada Agustus 1996,
walmart, pengecer terbesar dari Amerika Serikat membuka cabang pertamanya di Indonesia di Lippo Karawaci, Tangerang. Sayangnya,
cabang tersebut dijarah dan dibakar pada kerusuhan Mei 1998. Walmart
menghentikan investasi mereka di Indonesia setelah kerusuhan.
Artikel Terkait : Sejarah Tangerang