Permasalahan sampah merupakan
salah satu sustainable social problem, penyokong terbesar degradasi kualitas
lingkungan hidup di negara Indonesia. Pertambahan penduduk yang disertai dengan
tingginya arus urbanisasi ke perkotaan telah menyebabkan semakin tingginya
volume sampah yang harus dikelola setiap hari. Permasalahan inipun tidak
diimbangi dengan jumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada dan
kurang optimalnya sistem penanganan sampah di TPA dengan menggunakan metoda
teknologi Galfad (gasifikasi, landfill dan anaerobic digestion) yang dianggap
masih kurang memiliki pendekatan optimum dalam memegang prinsip penanganan
secara 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Hal tersebut bertambah sulit karena
keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA), mengingat kebutuhan TPA
untuk Indonesia pada tahun 2020 kedepan diprediksikan memerlukan area seluas +
1610 ha. Dengan berpijak pada tututan kebijakan dunia kedepan, yakni pada tahun
2025 dicanangkan sebagai “Zero Waste Year” dan tuntutan tidak adanya ketegasan
program pemerintah dalam penggolongan jenisnya secara terpadu kepada masyarakat
dan kurangnya optimalisasi pengolahan/ pemberdayaan terhadap penanganan sampah
yang lebih lanjut pada area TPA.
PLTSa (Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah) - merupakan sebuah aplikan teknologi penanganan sampah di TPA
yang berbasis sistem koversi termal Waste to Energy (WTE) yang ditawarkan oleh
Kementerian Riset dan Teknologi (Menristek) Indonesia untuk mengatasi
permasalahan sampah khususnya sampah perkotaan pada area TPA dengan mengadopsi
keberhasilan teknologi WTE di luar negeri. Seperti halnya saat ini sedang
digalakannya Kota Bandung sebagai kota perencanaan pertama ditunjuk untuk
merealisasikan metoda penanganan berbasis WTE ini. Bandung, sebuah kota metropolitan
yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik Nasional sebagai kota metropolitan
dalam kategori penyokong sampah perkotaan terbesar pertama sebesar 2,1 ton/
hari (kota Surabaya di urutan kedua dan kota Makassar di urutan ketiga), yang
masih dalam proses keberlanjutan pengembangan proyek di level analisis dampak
lingkungannya (AMDAL).
Dengan menggunakan metodologi
penulisan kualitatif: deskriptif, penulis bermaksud memaparkan metoda terbaik
dalam penanganan sampah perkotaan di TPA bila dibandingkan metoda konvensional
yang sudah ada melalui perekomendasian WTE. Mengingat Indonesia merupakan
Negara Berkembang maka karakteristik pola pikir masyarakat pada umumnya berada
dalam kondisi melakukan konstruktif disana-sini, sehingga secara otomatis
berimbas kepada pola pikir masyarakatnya yang masih memegang sensitivitas yang
sangat tinggi, maka dari itu penulis merumuskan rekomendasi konsep perencanaan
yakni konsep WTE dengan menggunakan Pendekatan Multisistem terutama teruntuk
studi kasus kota Bandung yang sekiranya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
penentuan kebijakan lanjutan oleh pemerintah kota dan daerah. Pendekatan
multisistem ini dimaksudkan untuk menyelaraskan antara konsep teknis yang
sebelumnya telah dirancang secara ideal oleh Tim Feasibility Study PLTSa
Bandung (Gedebage) dengan pola pikir masyarakat luas agar dapat diterima dan
dapat mengoptimalkan teralisasinya WTE ini. Dengan konsep rekomendasi
melibatkan seluruh pihak terkait (5 substansi pendekatan yang bersinergi) dan
dengan berlandaskan tinjauan administratif, sosiokultural, dan ekologinya serta
kajian tambahan terhadap sistem teknis penanganan sampah dan limbah pada WTE,
penulis harapkan dari adanya penerapan proyek pembangunan WTE dengan penerapan
pendekatan multisistem ini agar proyek ini tetap berlandaskan pembangunan yang
berkelanjutan terutama dalam aspek sosial ekonomi, yakni pemberdayaan
masyarakat (substansi masyarakat) sebagai pihak terkait dan terkoordinasi
secara transparan dengan 4 substansi pendekatan lainnya. Sehingga diharapkan kontroversi
yang ditimbulkan akibat kesalahpahaman antar berbagai pihak dapat
diminimalisir.
Disamping
itu diharapkan dengan adanya WTE dengan pendekatan multisistem yang bersifat
biokonservasi dalam upaya pendayagunaan potensi sumberdaya biologi-fisik sampah
ini, dapat merealisasikan tujuan pemanfaatan sampah pada area TPA untuk
dikonversikan menjadi energi listrik yang dapat bermanfaat sebagai pasokan
listrik negara bagi kehidupan penduduknya dan dengan adanya teknologi WTE ini
diharapkan dapat merealisasikan program penanganan sampah dengan berasaskan 3R
secara optimal yakni meminimalisir (reduce) kuantitas volume sampah (perkotaan)
pada TPA, untuk selanjutnya digunakan kembali (reuse) secara kreatif dan
inovatif melalui teknologi berskala kecil (kompos) maupun skala besar dengan
alternatif mendaur-ulangkan (recycle) sampah tersebut untuk dikonversikan ke
dalam bentuk energi listrik yang dapat bermanfaat bagi kehidupan untuk nantinya
dapat dilakukan manajemen pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
dengan mengkombinasikannya melalui teknologi konvensional yang sudah ada
seperti composting, yang pada akhirnya diharapkan dengan penggunaan teknologi
terapan WTE ini dapat mengatasi permasalahan sampah di daerah perkotaan seluruh
Indonesia.
Repost
by rulianto sjahputra
1 comment
fotonya ga ada yg lebih besar lagi?