Bendungan Air Pintu Sepuluh Kota Tangerang- Bendungan ini memiliki 10 pintu air, masing-masing selebar 10 meter. Singkat cerita ternyata bapak walikota tangerang
telah menulis dalam bukunya yang berjudul “Ziarah Budaya Kota Tangerang Menuju Masyarakat Berperadaban Akhlakul Karimah” tulisan dari H. Wahidin Halim (Walikota Tangerang).
Hasil pengamatan di
Bendungan Air Pintu Sepuluh Kota Tangerang saya tidak lama singgah
di sana karena ada tujuan lain. Untuk lebih jelasnya bapak Walikota ini telah
mengoreskan tintanya sebagai asset untuk pengetahuan anak bangsa putra putri
warga tangerang yang akan dating sebagai generasi penerus. Berikutini hasil
catatan dari bapak walikota.
Bendungan Air Pintu Sepuluh Kota Tangerang |
Pemerintah Belanda membangunnya selama enam tahun, sejak
1925 hingga 1931, dengan mendatangkan para pekerja dari Cirebon. Bendungan ini
bertujuan untuk mengatur aliran sungai Cisadane hingga membuat Tangerang
menjadi kawasan pertanian yang subur. Dari
Bendungan Air Pintu Sepuluh Kota Tangerang ini, air didistribusikan
untuk irigasi dan sumber air baku bagi kawasan Tangerang. Sebagian besar
dialirkan ke muara Sungai Cisadane di Tanjung Burung (Teluk Naga) menuju ke
Laut Jawa. Bangunan sepanjang 110 meter ini membentang di Kali Cisadane
tepatnya di daerah Pasar Baru.
Bendungan Air Pintu Sepuluh Kota Tangerang ini sekarang dikelola oleh Balai Pengelola Sumber Daya Air (BPSDA)
Cisadane-Ciujung, Kota Tangerang. Dari sini pula, para petugas BPSDA menjaga
ketinggian air untuk mencegah banjir. Batas ketinggian air normal di bendungan
ini adalah 12,5 meter. Ketika terjadi banjir bandang yang melanda Kota
Tangerang pada 1981, ketinggian air di Pintu Air Sepuluh ini mencapai 14 meter,
kendati seluruh pintunya sudah dibuka.
Sedangkan di musim kemarau, ketinggian air bisa mencapai 11 meter. Kalau sudah begini, akibatnya, lebih dari 12.000 pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di wilayah ini bisa terancam krisis air bersih. Pernah suatu ketika, Bendungan Air Pintu Sepuluh Kota Tangerang itu diketahui jebol di sembilan titik bendung. Kerusakan ini, karena kurangnya perawatan. Selain sampah yang menumpuk dan menutupi bagian bendungan yang jebol, juga dikarenakan besi-besi yang menopang bendungan tersebut kondisinya juga sudah dipenuhi karat.
Jebolnya sembilan bendungan yang menjadi tempat penampungan air baku PDAM Kota Tangerang itu, menyebabkan turunnya debit air Sungai Cisadane. Ambang batas normal debit air Sungai Cisadane tak bisa dipertahankan pada posisi 12,5 meter. Debit sungai yang membelah kota dan menjadi tumpuan hidup jutaan jiwa itu susut hingga 11,20 meter. Itu berarti, debit air Sungai Cisadane menyusut sekitar 1,3 meter dari kondisi normal.
Puluhan ribu pelanggan PDAM memang sangat menggantungkan hidupnya pada air Sungai Cisadane. Tak bisa dibayangkan, apa jadinya bila ketersediaan air yang menjadi bahan baku PDAM habis terbuang akibat kebocoran itu. Jebolnya sembilan titik bendung itu juga mengganggu kebutuhan air pelanggan PDAM Tirta Kerta Raharja (TKR) milik Kabupaten Tangerang. Bahkan, kegiatan dan operasional di sekitar Bandara Soekarno-Hatta juga bisa terkendala dengan menurunnya persediaan air bersih.
Turunnya debit air Sungai Cisadane, selain bakal mempengaruhi layanan terhadap pelanggan PDAM juga mempengaruhi produksi pertanian di wilayah pantura Tangerang. Akibat turunnya debit air, sekitar 900 hektare areal persawahan di tujuh kecamatan di Kabupaten Tangerang terancam puso.
Untuk mengatur turun naik seluruh pintu air yang terbuat dari besi itu, dipakai
lima mesin penggerak merek HEEMAF buatan Belanda masing-masing berkapasitas
6.000 watt. Mesin yang seumur dengan usia bendungan itu sekarang masih terawat
baik berkat tangan terampil petugas di sana. Mereka harus rajin meng-ganti oli
mesin setiap 500 jam dan roda giginya harus senan-tiasa dilumasi gemuk. Bendungan Air Pintu Sepuluh Kota Tangerang.
(Source : http://blogerbenteng.com)