Saat ini wilayah Tangerang secara
administratif telah terbagi dalam 3 wilayah yaitu Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Walaupun terbagi dalam 3
wilayah administratif yang berbeda, tetapi ketiga wilayah tersebut secara
historical tetap menyatu. Sejarah sosial dan budaya serta pernak-pernik
kehidupan masyarakatnya adalah sama. Tangerang memiliki kekhasan sejarah
wilayah yang unik yang sampai dengan saat ini masih banyak ditemui tersebar di
Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, maupun Tangsel.
Salah satu seni budaya yang khas
dimiliki Tangerang adalah Tari Cokek. Tari Cokek tidak hanya dikenal sebagai
kesenian yang berasal dari Tangerang. Masyarakat Betawi juga menganggap Tari
Cokek adalah kesenian warisan budaya masyarakat Betawi. Tidaklah menjadi
permasalahan tentang perbedaan versi warisan budaya ini, justru kita
beranggapan bahwa Tari Cokek memiliki akar budaya serumpun yang sama antara
masyarakat Betawi dan Tangerang. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat
Tangerang berasal dari percampuran beberapa etnis dominan, di mana salah
satunya adalah berasal dari etnis Betawi.
Tentang Tari Cokek
tangerangkota.go.id-Tari cokek adalah tarian khas Tangerang, yang diwarnai budaya etnik
China. Tarian ini diiringi orkes gambang kromong ala Betawi dengan penari
mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian Cokek mirip sintren dari Cirebon
atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan
keerotisan penari, yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat lantaran dalam
peragaannya, pria dan wanita menari berpasangan dalam posisi
berdempet-dempetan. Cokek sendiri merupakan tradisi lokal masyarakat Betawi dan
China Benteng, yaitu kelompok etnis China yang nyaris dipinggirkan, dan kini
banyak bermukim di Tangerang.
Menurut Ninuk Kleden Probonegoro, seorang peneliti dari LIPI, banyak versi tentang awal kelahiran seni rakyat ini. Versi pertama, cerita dimulai pada masa tuan-tuan tanah menguasai Betawi sekitar abad ke-19, khususnya di daerah yang saat ini dikenal dengan nama Kota atau Beos. Di sana banyak tinggal tuan tanah kaya. Setiap malam Minggu, mereka biasa mengadakan pesta.
Para tuan tanah ini biasanya juga banyak memiliki pembantu yang mahir bermain musik dan menari. Umumnya pesta para tuan tanah ini dimeriahkan oleh musik dari rombongan Gambang Kromong. Saat itulah para pembantu tuan tanah yang terdiri dari gadis-gadis muda itu, melayani tamu-tamu lelaki untuk menari. Mereka itulah yang kemudian disebut sebagai penari Cokek.
Versi kedua, Cokek berasal dari Teluk Naga di Tangerang. Menutut versi ini, pada saat itu, daerah Tanjung Kait dikuasai oleh tuan tanah bernama Tan Sio Kek. Seperti biasa tuan tanah kaya lainnya, Tan Sio Kek juga mempunyai sebuah kelompok musik.Pada suatu hari, datang tiga orang bercocing, yaitu rambut yang dikepang satu. Diduga berasal dari daratan China. Ketiga orang ini membawa tiga buah alat musik yaitu, Tehiyan, Su Khong dan Khong ahyan. Ternyata ketiga orang itu juga mahir bermain musik.
Menurut Ninuk Kleden Probonegoro, seorang peneliti dari LIPI, banyak versi tentang awal kelahiran seni rakyat ini. Versi pertama, cerita dimulai pada masa tuan-tuan tanah menguasai Betawi sekitar abad ke-19, khususnya di daerah yang saat ini dikenal dengan nama Kota atau Beos. Di sana banyak tinggal tuan tanah kaya. Setiap malam Minggu, mereka biasa mengadakan pesta.
Para tuan tanah ini biasanya juga banyak memiliki pembantu yang mahir bermain musik dan menari. Umumnya pesta para tuan tanah ini dimeriahkan oleh musik dari rombongan Gambang Kromong. Saat itulah para pembantu tuan tanah yang terdiri dari gadis-gadis muda itu, melayani tamu-tamu lelaki untuk menari. Mereka itulah yang kemudian disebut sebagai penari Cokek.
Versi kedua, Cokek berasal dari Teluk Naga di Tangerang. Menutut versi ini, pada saat itu, daerah Tanjung Kait dikuasai oleh tuan tanah bernama Tan Sio Kek. Seperti biasa tuan tanah kaya lainnya, Tan Sio Kek juga mempunyai sebuah kelompok musik.Pada suatu hari, datang tiga orang bercocing, yaitu rambut yang dikepang satu. Diduga berasal dari daratan China. Ketiga orang ini membawa tiga buah alat musik yaitu, Tehiyan, Su Khong dan Khong ahyan. Ternyata ketiga orang itu juga mahir bermain musik.
Ketika malam tiba, ketiga orang tersebut berkenan memainkan alat-alat
musiknya. Tiga alat musik yang mereka bawa itu kemudian dimainkan bersama-sama
alat musik kampung yang dimiliki oleh grup musik milik tuan tanah Tan Sio Kek.
Dari perpaduan bunyi berbagai alat musik yang dimainkan oleh para pemusik
tersebut, lahirlah musik Gambang Kromong.
Sedangkan para gadis yang menari dengan iringan irama musik itu,
kemudian disebut sebagai Cokek, yang diartikan anak buah Tan Sio Kek. Seperti
halnya Nie Hukong, Tan Sio Kek lebih dapat menikmati tarian dan nyanyian para
cokek, yaitu para penyanyi cokek merangkap penari pribumi yang biasa diberi
nama bunga-bunga harum di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han Siauw
dan lain-lain. Dalam perkembangannya, walau kelompok Gambang Kromong bila
mendapat undangan pentas mendapatkan honor atau bayaran, namun para Cokek, atau
penari perempuan itu, tidak dibayar, tetapi mencari bayaran sendiri dari para
lelaki yang mengajak mereka menari atau ngibing.
Bawah Rambutnya
tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan
yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.
Tamu Terhormat
Tamu Terhormat
Sebagai pembukaan pada tari Cokek ialah wawayangan. Penari Cokek
berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang
kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki. Setelah itu
penari Cokek menari bersama dengan mengalungkan selendang pertama-tama kepada
tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia
ikut menari maka mulailah mereka ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap
pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada
kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup
leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup luas.
Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana
panjang dari bahan semacam sutera berwarna. Ada yang berwarna merah menyala,
hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan menyolok. Di ujung sebelah bawah
celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang
panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah Rambutnya
tersisir rapih licin kebelakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan
yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.
Dinamis
SUARA tiga alat musik gesek asal daratan China, khongahyan, tehiyan, dan
su khong, cukup menyayat menusuk gendang telinga. Namun tiga alat gesek khas
China itu, seakan memberikan harmonisasi komposisi gambang kromong saat
mengiringi tarian onde-onde hasil pengembangan tari Cokek.
Ketiga alat gesek akan terdengar semakin memekik manakala pukulan
kendang dan kecrek dimainkan dalam tempo cepat. Distorsi yang dihasilkan justru
semakin membuat ritme tarian empat penari Cokek, memperlihatkan goyangan
pinggulnya mengikuti irama. Mereka seakan tidak mengenal lelah terus melenggang
ditingkahi musik gambang kromong menciptakan irama penuh keriangan. Posisi
tubuh penari yang terkadang tegak dan terkadang membungkuk, menampilkan kesan
erotis. Demikian pula saat pinggul digoyang, hanya sesekali berputar selebihnya
melenggang.
Tarian onde-onde tidak hanya memperlihatkan sisi erotis, tetapi juga
dinamisasi gerak. Semisal di sela selancar serta matuk, juga diselingi gerakan
nguk-nguk (loncat) yang dilakukan secara bersama-sama. Ada kalanya tarian
ditingkahi gerakan tangan dan kepala, mengikuti entakan suara gendang dan
kecrek saat tempo nada cepat. Namun gerakan sang penari dapat berubah tiba-tiba
manakala te hi ang, su khong, dan khong a yan, mendominasi musik pengiring.
Dalam gerakan, antara onde-onde yang belakangan. Dimasukkan dalam khasanah
tarian Betawi dengan jaipongan yang juga masuk khasanah tarian Jawa Barat,
merupakan bentuk tarian pengembangan dari tarian tradisional. Tarian onde-onde
merupakan pengembangan tarian cokek, sedangkan jaipongan pengembangan dari
ketuk tilu.
Cokek ini termasuk dalam genre tari rakyat, yaitu tari yang hidup dan
berkembang di kalangan rakyat jelata. Genre tari ini terlahir dan dihidupkan
oleh komunitas etnik. Secara fungsi untuk upacara dan hiburan, tariannya dapat
dibilang sederhana. Dalam penyajiannya jarak antara penonton dan pemain begitu
lentur, dengan kata lain tidak ada jarak estetis, serta seluruh penonton
terlibat langsung dalam pertunjukkannya. Selain Cokek dari Tangerang, yang
termasuk genre tari rakyat antara lain: sisingaan, doger kontrak dari Subang,
ketuk tilu, benjang dari Bandung, ronggeng gunung, badud, ronggeng kaler dari
Ciamis, ronggeng uyeg dari Sukabumi, angklung sered dari Tasikmalaya, angklung
gubrag dari Bogor, angklung Baduy dari Kabupaten Lebak, topeng banjet dan bajidoran
dari Karawang.
Sumber : http://www.tangerangkota.go.id
--------------------------------------------------------------
Video Sejarah Tari Cokek
Sementara Situs Infomasi Budaya Dan Wisata memberikan
informasi tentang Tari Cokek sebagai mana dapat kita simak berikut ini.
Pengertian Tari Cokek
Menurut
Ensiklopedi Musik Indonesia terbitan 1979: 96, menyebutkan bahwa Cokek adalah suatu bentuk pernyataan musik khas
Betawi (Jakarta), berupa kesenian nyanyi dan tali dilakukan oleh pemain-pemain
wanita. Pada jaman dulu yang menari adalah perempuan belia yang menjadi budak. Mereka (penari) menjalin
rambutnya berkepang dan
mengenakan baju kurung.
Cokek merupakan sebutan joged yang diucapkan oleh
orang-orang Tionghoa. Ada juga pendapat yang
menyatakan bahwa Cokek adalah nama salah seorang bangsa Tionghoa yang menurut nama lengkapnya adalah Tan
Cokek. Ia adalah salah seorang pemimpin
grup kesenian tersebut yang sangat populer pada masa itu (Atik Sopandi, 1990:46). Jadi Cokek adalah salah satu jenis
pertunjukan rakyat Betawi berupa tarian berupa tarian dan nyanyian yang dilakukan oleh wanita baik tunggal
maupun masal yangdiiringi musik
gambang kromong, sebagai hiburan masyarakat dalam kenduri Cina.
Fungsi Tari Cokek
Tani Cokek Betawi merupakan salah satu bentuk taxi
pergaulan masyarakat setempat sebagai perpaduan antara nilai-nilai kebudayaan
Betawi dengan masyarakat luar. Tani
Coken dipertunjukkan terutama dalam merayakan kenduri atau perayaan hari besar orang Cina, seperti pada perayaan keluarga,
perayaan pernikahan, atau hiburan lainnya. Sebagai seni hiburan yang bersifat pergaulan,
taxi cokek cukup populer dan berkembang di Jakarta dan daerah sekitarnya
seperti Bekasi dan Tangerang. Sekarang taxi Cokek tidak hanya didominasi oleh warga keturunan Cina
saja, melainkan juga warga pribumi yang berbaur dengan warga keturunan Cina baik
sebagai pemain dalam grup seni maupun sebagai penonton.
Irama Bagian Tubuh
Tari Cokek sebenarnya bukan hanya sebagai seni yang
bersifat hiburan saja, melainkan
juga terdapat nilai-nilai luhur dan nilai pendidikan bagi masyarakat. Hal ini terlihat dari makna yang terkandung dalan setiap
gerak tarian yang berupa gerak keupat, ngincid, obah taktak, baplang, kedet, dan goyang
pinggul.Makna gerak yang mengandung
nilai-nilai terlihat pada gerak penari laki-laki dan penari wanita saling menempelkan telunjuknya kepada :
Dada; maksudnya menggambarkan kepada kita bahwa setiap
orang harus menggunakan
dan mengembangkan rasa. Dengan rasa orang bisa menghargai dan berbuat toleran terhadap orang lain. Orang yang
tidak menggunakan rasa seperti tidak memiliki kendali.
Mulut; menunjukkan simbol alat tubuh yang penting.
Mulut dapat menyelamatkansekaligus
mencelakakan manusia. Salah dalam menggunakan mulut dapat sangatberbahasa kepada yang menggunakannya.
Kening/Dahi; mengingatkan pada kita bahwa dalam segala tindak
laku harus,menggunakan pola pikir.
Telinga; mengingatkan kita bahwa telinga merupakan alat
untuk memperoleh informasi yang berguna untuk
kebaikan dan pengalaman yang bermanfaat.
Bahu; melambangkan pekerjaan yang berat dan hams
dipikul bersama-sama dengan orang lain.
Perut; mengingatkan bahwa perut hams diisi dan dijaga
sebagai modal untuk berjuang.
Pemain dan Waditra Tani Cokek
Intinya
pemain Cokek dipersankan oleh para penari wanita yang didampingi oleh penari
laki-laki. Mereka menari dengan diiringi oleh lagu-Lgu yang biasa dinyanyikan seperti: Angin Mamiri, Balo-balo, Bandung Selatan,
Bobin Kongjilok, Burung Nuri, Cente
Manis, Jali-jali, Kang Haji, Ko Dekel Krama Karem, Renggang Buyut, Sayur Asem, Stambul, dan Wawayangan. Adapun waditra yang
digunakan untuk mengiringi lagu-lagu tersebut cukup banyak jenisnya
sebagai berikut:
Gambang
Kayu. Kromong (Bonang). Kong Ahyan,
Tahiyan, dan Sukong. Gendang. Kulanter. Bangsing (Suling) Gong
Klerek Ningnong.
Busana yang Digunakan
Busana
yang sering digunakan dalam tari Cokek cukup berpariasi dengan warna yang cukup mencolok. Untuk penari wanita warna
busana yang biasa digunakan adalah: kuning, merah, hijau, biru. Tatarias pada
wajah seperti pada alis, bulumata menggunakanbedak, lipstik, eye shadow, dan sebagainya. Pengunaan busana dan tatarias
wajahmenampakan warna yang mencolok,
kontras dan seperti sengaj a menggunakan warmwarna yang kuat sehingga tampak
montras dsan mencolok. Adapun untuk busana penaripria menggunakan baju kemeja atau jas dengan pakaian kepala, pakaian
tubuh, serta perlengkapan pakaian alas kaki dan perhiasan penunjang lainnnya.
Secara rinci busanayang dikenakan
untuk penari wanita dan penari pria adalah sebagai berikut:
Pakaian
kepala; Penari
wanita: sanggul kepang dengan pita Penari
pria: Peci atau kopiah
Pakaian untuk tubuh; Penari wanita : Baju koko/baju sianghai dan celana komprang Kebaya Encim dengan motif batik Kain kebaya biasa. Penari pria : Baju kemeja motif batik atau Jas Celana Panjang.
Kain Sarung
yang diselendangkan. Busana kaki; Penari wanita: Selop Penari pria : Sepatu atau Sandal Busana pelengkap; Penari Wanita: Selendang Cukin,
dan Kaca Mata. Penari Pria: Sarung
Perhiasan; Penari Wanita: Pita, Tusuk Sanggul, Gelang, Subang, dan Cincin.
Sumber : Masduki Aam dkk. 2005 Kesenian
Tradisional Provinsi Banten Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai
Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung
-------------------------
Repost by rulianto sjahputra-2012.