Oleh Rachmat Fajar Lubis
Dalam acara Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag (Maret, 2000) disebutkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada 2025. Penyebabnya antara lain kelemahan dalam pengelolaan air, seperti pemakaian air yang tidak efisien. Laju kebutuhan akan sumber daya air dan potensi ketersediaannya sangat pincang dan semakin menekan kemampuan alam dalam menyediakan air. Sumberdaya air secara kuantitatif akan semakin terbatas dan secara kualitatif akan semakin menurun. Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang terbarui namun demikian kadang ketersediaannya tidak selalu sesuai dengan waktu, ruang, jumlah dan mutu yang dibutuhkan. Pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan kebutuhan air baik jumlahnya maupun kualitasnya. Sebagai contoh :Keperluan air di daerah perkotaan khususnya, semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi. Air khususnya di daerah perkotaan sekarang sudah merupakan komoditi yang “langka” dan relatif mahal.
Tulisan ini mencoba untuk memberikan pandangan mengenai permasalahan yang ada serta upaya pemecahannya. Pendekatan dilakukan berdasarkan identifikasi jenis air, ketersediaannya serta usulan pemecahan. Pendekatan lainnya adalah melihat upaya pemecahan yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang, negara tempat penulis pernah menuntut ilmu.
KEBUTUHAN SUMBERDAYA AIR MASYARAKAT KOTA
Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup semua makhluk hidup termasuk manusia. Air juga sangat diperlukan oleh kegiatan komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perikanan dan usaha perkotaan lainnya. Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area (urban) yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum.
Kekhasan lain dari Kota adalah kebutuhan air baku yang secara umum lebih digunakan untuk :
1. Keperluan Air Minum
2. Keperluan Air Lainnya, berdasarkan besaran volumenya yang dapat dibagi menjadi :
- Air
baku untuk kebutuhan rumah tangga (domestic) - Air
baku untuk industri perkotaan - Air
baku untuk keperluan lainnya.
Penyediaan air untuk masyarakat perkotaan haruslah memperhatikan kebutuhan dari komposisi ini secara berimbang. Setiap kota akan memiliki cirri khas tersendiri, untuk komposisi kebutuhan jenis air yang diperlukan. Kegagalan memahami kebutuhan yang nyata dalam penyediaan jenis sumberdaya air yang diperlukan, dapat mengakibatkan manajemen sumberdaya air berjalan tidak optimal.
Secara umum kebutuhan untuk jenis air minum memerlukan air dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan kebutuhan untuk jenis air lainnya. Hal inilah yang mengakibatkan perlunya identifikasi ketersediaan air yang ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota berdasarkan jenis air dan ketersediaannya.
JENIS AIR SERTA KETERSEDIAANNYA
Saat ini berdasarkan siklus hidrologi dapat kita lihat ada beberapa jenis sumberdaya air yang dapat digunakan: Sumberdaya air itu untuk di Indonesia, dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu : sumberdaya air hujan, air permukaan dan airtanah. Untuk Jepang yang memiliki 4 musim sumberdaya air ini ditambah dengan sumberdaya air yang berasal dari salju. Indonesia hanya memiliki sumberdaya air ini di puncak Jayawijaya, Propinsi Papua yang jauh dari perkotaan. Sumberdaya air yang berasal dari salju tidak akan dibahas dalam tulisan ini.
Sumberdaya Air Hujan.
Indonesia memiliki curah hujan yang besar yaitu 1000-4000 mm/tahun atau dapat dikatakan 2 – 22 mm/hari. Angka ini merupakanlah suatu potensi yang sangat baik sebagai ketersediaan sumberdaya air. Permasalahan utama di Indonesia adalah hujan ini tidak turun setiap hari.Indonesia mengenal 2 musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Rata-rata musim ini akan berlangsung selama 6 bulan untuk pulau-pulau besar di Indoensia. Untuk pulau kecil bisa mencapai 220 hari hujan dalam satu tahun (BMG,, 2006). Hal inilah yang menjadi penyebab utama ketidakseimbangan dalam ketersediaan air di Indonesia (water imbalance). Kita mungkin sering mendengar istilah `Banjir di kala Hujan dan Kekeringan di Kala Kemarau`.
Untuk masyarakat perkotaan Indonesia, ketersediaan air hujan sebagai salahsatu sumberdaya air seringkali terlupakan. Hujan yang turun secara intensif lebih sering dianggap sebagai bahaya banjir yang akan datang daripada sebagai sumber air yang sangat diharapkan.
Melihat masyarakat Jepang, mereka mempunyai suatu sistem pengumpulan air hujan yang disebut ”ROJISON” (???) sistem ini seringkali digambarkan sebagai simbol dari keamanan dan perlindungan lingkungan. Air hujan yang berasal dari atap rumah dikumpulkan dalam suatu tangki di bawah permukaan yang terletak di dekat rumah-rumah tersebut. Air ini dapat dipompa dengan menggunakan pompa tangan dan digunakan untuk kasus-kasus darurat seperti kebakaran atau gempa bumi. Pada Musim panas dapat digunakan anak-anak yang kepanasan untuk bermain air dan menyiram tanaman. Sistem Rojison ini dapat kita lihat salahsatunya di daerah Mukojima, Tokyo (NPO People for rainwater ).
Selain sistem penampungan atap rumah yang beragam, pemerintah Jepangpun mendayagunakan bangunan-bangunan pemerintah sebagai pengumpul air hujan. Sebagai salahsatu contoh: gedung Ryogoukan di kota Tokyo yang terkenal sebagai arena pertandingan olahraga nasional Jepang, Sumo. Gedung ini juga digunakan sebagai pengumpul hujan. Desain atapnya yang unik selain didesain berdasarkan desain khas Jepang juga digunakan sebagai pengumpul air hujan dengan luasan atap 8.400 m2. Air tampungan ini digunakan untuk keperluan perawatan gedung itu sendiri dan tidak digunakan sebagai air minum.
PENERAPAN PENGUMPULAN AIR HUJAN DI PERKOTAAN INDONESIA
Di Indonesia, teknologi pengumpulan air hujan sebenarnya bukanlah suatu ide yang baru. Masyarakat di daerah transmigran dan pedesaan yang terletak jauh dari sungai, sudah lama memanfaatkan teknologi ini. Di perkotaan, konsep sumur resapan pun menggunakan ide pengumpulan air hujan.
Usulan dalam tulisan ini : selain untuk sumur resapan, tampungan air hujan ini digunakan untuk peruntukkan air baku perunit rumah di daerah perkotaan.
Kendala dalam pengumpulan air ini adalah kekhawatiran warga kota akan kualitas air hujan. Hujan asam (hujan dengan pH dibawah 5,6) serta kualitas udara kota yang kurang baik sering menjadi penyebab kekhawatiran warga kota untuk menggunakan air ini. Salahsatu upayapemecahan yang ditawarkan adalah memasang saringan alami sebelum air masuk ke bak penampungan dan mengukur pH air tampungan sebelum digunakan dengan menggunakan pH meter atau kertas lakmus. Jika memang kualitas tidak terlalu baik, air tampungan ini sebaiknya digunakan untuk kebutuhan air baku saja dan tidak diminum (non pottable use). Salahsatu cara untuk mengurangi keasaman air tampungan : Biasanya pada 2-5 menit pertama, air hujan akan membawa kotoran pada atap dan berkondensasi mengandung asam yang tinggi. Upayakan untuk menghindari air hujan ini memasuki bak tampungan.
Sumberdaya Air Permukaan dan Airtanah
Indonesia, sebenarnya merupakan salah satu diantara negara-negara yang kaya air setelah Brasil, Rusia, Cina, dan Kanada. Hal ini tercermin juga pada potensi ketersediaan air permukaan, terutama dari sungai, yang menurut catatan Departemen Pekerjaan Umum?(2006), memiliki debit rata-rata 15.500 meter kubik per kapita per tahun, jauh melebihi rata-rata dunia yang hanya 600 meter kubik per kapita per tahun.
Dalam sejarahnya air sungai memegang peranan penting dalam pengembangan kota-kota di Indonesia. Hampir semua kota di Indonesia terkenal dengan sungainya. Jakarta dengan Ciliwungnya Palembang dengan sungai Musinya, Samarinda dengan sungai Mahakamnya dan banyak lagi.
Permasalahan yang utama adalah debit sungai yang mengacu kepada ketersediaan curah hujan yang tetap setiap tahunnya tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk yang luar biasa. Sebagai contoh : di Pulau Jawa yang penduduknya mencapai 65 persen dari total penduduk Indonesia, hanya tersedia 4,5 persen potensi air permukaan nasional (Dep.PU, 2006). Faktanya, jumlah ketersediaan air sungai di Pulau Jawa yang mencapai 30.569,2 juta meter kubik per tahun tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air bagi seluruh penduduknya. Artinya, di pulau yang terpadat penduduknya itu selalu mengalami defisit, paling tidak hingga 2015. Ini akan terus meningkat jika tidak ada upaya konservasi dan efisiensi pemanfaatannya.
Permasalahan lainnya adalah ketersediaannya pun sangat fluktuatif antara musim hujan dan musim kemarau. Catatan Departemen PU (2006) menunjukkan, pada musim hujan debit air di Sungai Cimanuk, misalnya, mencapai 600 meter3/detik, tetapi pada musim kemarau hanya 20 meter3/detik.
Masyarakat Jepang menggunakan kombinasi air permukaan dan airtanah untuk memenuhi kebutuhan air minum di daerah perkotaannya. Upaya ini sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah kota. Gambar dibawah ini menunjukkan skenario penyediaan sumberdaya air di perkotaan Jepang.
Bendungan tua di tengah kota Mutsu, Propinsi Aomori dan Bendungan Ogouchi yang membendung sungai Tama yang digunakan untuk pemenuhan air bersih kota Tokyo, selain sebagai sumber air baku kota, bendungan inipun digunakan sebagai obyek wisata yang dikenal dengan nama Danau Okutama-ko
Hal yang menarik untuk penggunaan air baku bagi industri di perkotaan, pemerintah Jepang menyediakan air yang hanya berasal dari air sungai atau air buangan yang didaur ulang (recycle water). Penggunaan airtanah untuk industri sangatlah dihindari. Pemerintah Jepang berupaya untuk terus meningkatkan penggunaan air daur ulang untuk kebutuhan indsutri.
Di Indonesia, penggunaan air permukaan dengan cara dibendung ini ini menjadi sumber utama penyediaan air kota oleh pemerintah (PDAM). Permasalahan yang muncul adalah perluasan kota yang sangat cepat tidak dapat diimbangi oleh ketersediaan debit air yang memadai. Sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat perkotaan, bahwa mereka yang tinggal jauh dari pusat distribusi air PDAM hanya mendapatkan air baku di malam hari atau malah tidak sama sekali.
Sumberdaya Airtanah.
Peran airtanah sebagai sumber daya yang melengkapi air permukaan untuk pasokan air yang terus meningkat dapat dipahami karena beberapa keuntungannya yaitu : kualitas air yang umumnya baik, biaya investasi relatif rendah, dan pemanfaatannya dapat dilakukan di tempat yang membutuhkannya (insitu). Namun pengambilan air tanah yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sumber daya itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya seperti intrusi air laut, pencemaran akuifer, penurunan kualitas airtanah akibat pemompaan yang berlebih dan amblesan tanah (land subsidence). Melihat hal ini, penggunaan air tanah sebaiknya dilakukan apabila sumberdaya air lainnya tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan baik jumlah maupun mutunya.
Jepang pada masa awal perkembangan industri dan perkotaannya mengalami penurunan airtanah yang sangat drastis dan mengakibatkan penurunan airtanah di berbagai kota besar di wilayahnya. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Jepang memberlakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan airtanah ini. Upaya ini memetik hasil yang baik, saat ini muka airtanah diberbagai kota besar Jepang mulai mendekati kondisi awal pada saat sebelum pengambilan airtanah secara besar-besaran.
Sumberdaya air laut
Untuk perkotaan di tepi laut, sumberdaya ini dapat digunakan sebagai alternatif penyediaan air baku untuk keperluan sehari-hari. Indonesia yang kaya dengan sinar matahari dapat mengembangkan potensi sumberdaya air ini sebagai salahsatu alternatif. Jepang mengembangkan teknologi ini sejak tahun 1974 di Propinsi Nagasaki. Saat ini Jepang juga telah membangun pusat desalinisasi air laut di wilayah paling Selatan dari negaranya yaitu di Okinawa, daerah kepulauan dengan iklim sub-tropis. Di pulau Okinawa (lokasi ibukota propinsi ini) telah dibangun pusat pengolahan air laut Chatan, dengan kapasitas produksi 40.000 m3/ hari dan menggunakan teknologi reverse osmosis membran yang juga telah dikenal dengan baik di Indonesia. Untuk aplikasi di Indonesia, teknologi ini telah dikembangkan untuk skala industri besar (Pupuk Bontang dll) tapi belum untuk skala perkotaan.
MANAJEMEN SUMBERDAYA AIR PERKOTAAN
Penyediaan sumberdaya air di perkotaan bukanlah hal yang mudah. Pengelolaan (manajemen sumberdaya air) yang baik memerlukan pemahaman yang detail mengenai karakteristik kebutuhan air tiap kota dan inventaris yang akurat mengenai sumberdaya air yang tersedia. Pengelolaan inipun haruslah berjalan konsisten dan tanggap terhadap masalah-masalah yang muncul untuk memperbaiki sistem ini sehingga menjadi lebih baik. Secara garis besar beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam manajemen sumberdaya air di perkotaan Indonesia adalah:
- Pengembangan budaya penggunaan air yang baik (water use); Komsumsi air yang berlebihan dan tidak proporsional akan semakin memperparah krisis air perkotaan yang telah dan akan terjadi.
- Pengembangan teknologi daur ulang air (recyle water); Upaya konservasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh warga perkotaan ini sendiri.
- Pemanfaatan sumberdaya air yang lebih maksimal, efektif dan terpadu untuk semua potensi sumberdaya air yang ada baik air hujan (rain water harvesting), air permukaan (city dam), airtanah (water supplement) maupun air laut (water purification).
- Nilai jual sumberdaya air (water pricing).
Penutup
Data yang ada selama ini telah menunjukkan bahwa sebagian kota-kota di dunia, khususnya diIndonesia sedang bergerak memasuki tahapan krisis sumberdaya air. Langkah-langkah persiapan dan pencegahan permasalahan ini haruslah mulai difikirkan dan disiapkan. Langkah ini dilakukan sebagai upaya mengantisipasi krisis air bersih dan dapat dikatakan, berbicara adanya cadangan lebih baik daripada kekurangan air. Apalagi air bersih merupakan pemenuhan kebutuhan dasar dikota . Sebab, kebutuhan air bersih di kota mutlak diperlukan. Tulisan ini mencoba menggugah pembaca untuk mulai memikirkan masalah ini. Jika tidak dilakukan sejak sekarang, maka bisa berakibat krisis air di kota. (AR)
...........source : Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI......... repost by rulianto s. ...........
1 comment
Terima kasih. ..infonya..