Bau daun semerbak sekejapan,
menerpa wajah terhirup hidung merasuk kalbu menyingkap memori.
satu-satu mulai terbayang masa kecil akan hikayat kepahlawanan,
dari bibir-bibir tua nan telah kembali ke kharibaan entah apa khayangan.
masih, ....
bau daun semerbak sekejapan,
membawa semakin jauuuuuh pikiran masa kecil dari hikayat kepahlawanan,
semakin menguak memori,..satu-persatu membayang jelas tersingkap di mata bathin,
bau daun bambu coba kutangkap biar tak lepas sekejapan dan pergi dari layar mata bhatin memoriku,
tak mudah tuk meresapi makna hakikat dari tabir keberanian penuh keikhlasan dari manusia orang-orang tuaku sendiri,
keberanian dan keikhlasan para pejuang dengan bambu laksana bedil penuh percaya diri melawan keangkaramurkaan penjajah pertiwi,
apa gerangan rahasiamu wahai orang-orang tuaku nan mulia,
hingga dengan keterbatasan kalian tetap berani dan penuh hayat menghantar jiwa
tuk gapai kemuliaan,
tuk gapai kemuliaan,
apa karena sekedaran ketidak ikhlasan pada angkara murka manusia kepada manusia?...
tak sampai tuntas ku bedah memori cerita kepahlawanan ini,
hilang sekelebatan bau daun itu sudah entah pergi kemana.
buyar tergantikan teriakan caci maki para punggawa negeri saling berdebat di layar tivi bak pahlawan negeri penuh janji-janji mimpi,
entah mereka memperjuangkan apa,
dan siapa yang tak jelas penuh misteri.tak bisa dimengerti.
dan siapa yang tak jelas penuh misteri.tak bisa dimengerti.
yang pasti, ....
Tak ada cerita kepahlawanan yang akan aku dendangkan untuk anak cucuku nanti
kembali kucoba berkeras mencari bau daun sekelebatan tadi.
tapi bau busuk diduniaku ini mengepung tak juga bisa pergi.
wajar aku tak ingat lagi.
mohon maafkan anak cucuku....
cerita habis hanya sampai di sini.
cerita habis hanya sampai di sini.
-----------------------------------------
(Rulianto Sjahputra, 240912)