ads

Selasa, 25 September 2012

Cerita Yang Sama


Tidak Berubah Sama Sema Sekali


(Post : Cerita Yang Sama). Berapa tahun sudah kita lewati dengan cerita yang sama tidak berubah, selalu saja ada yang basi tidak enak untuk dicerna sedikitpun. Sepertinya tidak ada beda antara dahulu dengan sekarang. Kalau hidup susah sudah melekat dalam pakaian keseharian, jangan bermimpi bulan akan keperaduan. Begitulah nasib dari dahulu sampai sekarang, tidak ada beda bila kesempatan selalu dipingit oleh kerajaan. Orang dipercaya malah membuat merana. Rasa malu sudah sangat langka, sampai heran orang akan sang idealis.

Terbalik, bukan dunia yang terbalik. Tapi otak dan nurani yang jungkir balik. Orang tua bersusah payah mengorek bumi untuk sapih sang jabang bayi memegang toga. Selesai toga diraih hanya mengkilat sekejapan, tidak bisa menuai asa. Kesempatan masih milik keraton yang tidak bisa sembarang dibagi. Kalau mau harus berkorban, bukan dengan rasio, tetapi dengan akal bulus, fulus maka akan mulus.

Apa beda dulu dengan sekarang bila reformasi hanya jadi repot nasi?. Tetangga lapar tidak peduli mengeluhkan gaji yang tak kunjung naik. Uang 10 ribu sehari untuk 4 mulut kering dan pecah kekurangan gizi yang ditebus kayuhan sepeda ojek di Harmoni tetap tak terasa di ruang sejuk AC mahal jalan Proklamasi. Lahir bukan pilihan, sekolah bukan jaminan, dan otak bukan ukuran, bila semua kesempatan dicuri oleh sang Demang Kebijakan. Kejadiannya tetap sama. Nasib kebanyakan cuma batu loncatan yang biasa untuk diinjak untuk terbang ke langit. Tidak penting untuk dipecahkan dan diperhatikan dengan seksama, cukup dibicarakan di mimbar ruang karpet merah Persia atau di pelataran aspal hotmix bilangan Senayan yang rindang selalu tertutup payung besar teduh dan hijau.

Semua tetap sama dulu dan sekarang, tiada beda. Permainan lama dengan aturan berbeda semakin cerdik dan pintar. Tak bisa bicara, bebas bicara yang tidak ada artikulasi suara dan makna. Semua ada tapi tak ada dan tiada. Miskin yo makin miskin, mau kaya jangan berasio ...... Karena kesempatan bukan idealisme. Suara semakin kacau dan tulisan semakin melantur,.... tak usah dibahas. Percuma saja...??#*,!!. (Post : Cerita Yang Sama).


Rulianto Sjahputra