ads

Senin, 12 November 2012

Tari Cokek Kekayaan Budaya Tangerang

Tari Cokek Kekayaan Budaya Tangerang

Saat ini wilayah Tangerang secara administratif telah terbagi dalam 3 wilayah yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Walaupun terbagi dalam 3 wilayah administratif yang berbeda, tetapi ketiga wilayah tersebut secara historical tetap menyatu. Sejarah sosial dan budaya serta pernak-pernik kehidupan masyarakatnya adalah sama. Tangerang memiliki kekhasan sejarah wilayah yang unik yang sampai dengan saat ini masih banyak ditemui tersebar di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, maupun Tangsel.

Salah satu seni budaya yang khas dimiliki Tangerang adalah Tari Cokek. Tari Cokek tidak hanya dikenal sebagai kesenian yang berasal dari Tangerang. Masyarakat Betawi juga menganggap Tari Cokek adalah kesenian warisan budaya masyarakat Betawi. Tidaklah menjadi permasalahan tentang perbedaan versi warisan budaya ini, justru kita beranggapan bahwa Tari Cokek memiliki akar budaya serumpun yang sama antara masyarakat Betawi dan Tangerang. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Tangerang berasal dari percampuran beberapa etnis dominan, di mana salah satunya adalah berasal dari etnis Betawi.

Tentang Tari Cokek

tangerangkota.go.id-Tari cokek adalah tarian khas Tangerang, yang diwarnai budaya etnik China. Tarian ini diiringi orkes gambang kromong ala Betawi dengan penari mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian Cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penari, yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat lantaran dalam peragaannya, pria dan wanita menari berpasangan dalam posisi berdempet-dempetan. Cokek sendiri merupakan tradisi lokal masyarakat Betawi dan China Benteng, yaitu kelompok etnis China yang nyaris dipinggirkan, dan kini banyak bermukim di Tangerang.

Menurut Ninuk Kleden Probonegoro, seorang peneliti dari LIPI, banyak versi tentang awal kelahiran seni rakyat ini. Versi pertama, cerita dimulai pada masa tuan-tuan tanah menguasai Betawi sekitar abad ke-19, khususnya di daerah yang saat ini dikenal dengan nama Kota atau Beos. Di sana banyak tinggal tuan tanah kaya. Setiap malam Minggu, mereka biasa mengadakan pesta.

Para tuan tanah ini biasanya juga banyak memiliki pembantu yang mahir bermain musik dan menari. Umumnya pesta para tuan tanah ini dimeriahkan oleh musik dari rombongan Gambang Kromong. Saat itulah para pembantu tuan tanah yang terdiri dari gadis-gadis muda itu, melayani tamu-tamu lelaki untuk menari. Mereka itulah yang kemudian disebut sebagai penari Cokek.

Versi kedua, Cokek berasal dari Teluk Naga di Tangerang. Menutut versi ini, pada saat itu, daerah Tanjung Kait dikuasai oleh tuan tanah bernama Tan Sio Kek. Seperti biasa tuan tanah kaya lainnya, Tan Sio Kek juga mempunyai sebuah kelompok musik.Pada suatu hari, datang tiga orang bercocing, yaitu rambut yang dikepang satu. Diduga berasal dari daratan China. Ketiga orang ini membawa tiga buah alat musik yaitu, Tehiyan, Su Khong dan Khong ahyan. Ternyata ketiga orang itu juga mahir bermain musik.
Ketika malam tiba, ketiga orang tersebut berkenan memainkan alat-alat musiknya. Tiga alat musik yang mereka bawa itu kemudian dimainkan bersama-sama alat musik kampung yang dimiliki oleh grup musik milik tuan tanah Tan Sio Kek. Dari perpaduan bunyi berbagai alat musik yang dimainkan oleh para pemusik tersebut, lahirlah musik Gambang Kromong.
Sedangkan para gadis yang menari dengan iringan irama musik itu, kemudian disebut sebagai Cokek, yang diartikan anak buah Tan Sio Kek. Seperti halnya Nie Hukong, Tan Sio Kek lebih dapat menikmati tarian dan nyanyian para cokek, yaitu para penyanyi cokek merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bunga-bunga harum di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han Siauw dan lain-lain. Dalam perkembangannya, walau kelompok Gambang Kromong bila mendapat undangan pentas mendapatkan honor atau bayaran, namun para Cokek, atau penari perempuan itu, tidak dibayar, tetapi mencari bayaran sendiri dari para lelaki yang mengajak mereka menari atau ngibing.
Bawah Rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.

Tamu Terhormat
Sebagai pembukaan pada tari Cokek ialah wawayangan. Penari Cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki. Setelah itu penari Cokek menari bersama dengan mengalungkan selendang pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia ikut menari maka mulailah mereka ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup luas.
Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna. Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan menyolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah Rambutnya tersisir rapih licin kebelakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.
Dinamis
SUARA tiga alat musik gesek asal daratan China, khongahyan, tehiyan, dan su khong, cukup menyayat menusuk gendang telinga. Namun tiga alat gesek khas China itu, seakan memberikan harmonisasi komposisi gambang kromong saat mengiringi tarian onde-onde hasil pengembangan tari Cokek.
Ketiga alat gesek akan terdengar semakin memekik manakala pukulan kendang dan kecrek dimainkan dalam tempo cepat. Distorsi yang dihasilkan justru semakin membuat ritme tarian empat penari Cokek, memperlihatkan goyangan pinggulnya mengikuti irama. Mereka seakan tidak mengenal lelah terus melenggang ditingkahi musik gambang kromong menciptakan irama penuh keriangan. Posisi tubuh penari yang terkadang tegak dan terkadang membungkuk, menampilkan kesan erotis. Demikian pula saat pinggul digoyang, hanya sesekali berputar selebihnya melenggang.
Tarian onde-onde tidak hanya memperlihatkan sisi erotis, tetapi juga dinamisasi gerak. Semisal di sela selancar serta matuk, juga diselingi gerakan nguk-nguk (loncat) yang dilakukan secara bersama-sama. Ada kalanya tarian ditingkahi gerakan tangan dan kepala, mengikuti entakan suara gendang dan kecrek saat tempo nada cepat. Namun gerakan sang penari dapat berubah tiba-tiba manakala te hi ang, su khong, dan khong a yan, mendominasi musik pengiring. Dalam gerakan, antara onde-onde yang belakangan. Dimasukkan dalam khasanah tarian Betawi dengan jaipongan yang juga masuk khasanah tarian Jawa Barat, merupakan bentuk tarian pengembangan dari tarian tradisional. Tarian onde-onde merupakan pengembangan tarian cokek, sedangkan jaipongan pengembangan dari ketuk tilu.
Cokek ini termasuk dalam genre tari rakyat, yaitu tari yang hidup dan berkembang di kalangan rakyat jelata. Genre tari ini terlahir dan dihidupkan oleh komunitas etnik. Secara fungsi untuk upacara dan hiburan, tariannya dapat dibilang sederhana. Dalam penyajiannya jarak antara penonton dan pemain begitu lentur, dengan kata lain tidak ada jarak estetis, serta seluruh penonton terlibat langsung dalam pertunjukkannya. Selain Cokek dari Tangerang, yang termasuk genre tari rakyat antara lain: sisingaan, doger kontrak dari Subang, ketuk tilu, benjang dari Bandung, ronggeng gunung, badud, ronggeng kaler dari Ciamis, ronggeng uyeg dari Sukabumi, angklung sered dari Tasikmalaya, angklung gubrag dari Bogor, angklung Baduy dari Kabupaten Lebak, topeng banjet dan bajidoran dari Karawang.
--------------------------------------------------------------

Video Sejarah Tari Cokek

Sementara Situs Infomasi Budaya Dan Wisata memberikan informasi tentang Tari Cokek sebagai mana dapat kita simak berikut ini.

Pengertian Tari Cokek

Menurut Ensiklopedi Musik Indonesia terbitan 1979: 96, menyebutkan bahwa Cokek adalah suatu bentuk pernyataan musik khas Betawi (Jakarta), berupa kesenian nyanyi dan tali dilakukan oleh pemain-pemain wanita. Pada jaman dulu yang menari adalah perempuan belia yang menjadi budak. Mereka (penari) menjalin rambutnya berkepang dan mengenakan baju kurung.

Cokek merupakan sebutan joged yang diucapkan oleh orang-orang Tionghoa. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Cokek adalah nama salah seorang bangsa Tionghoa yang menurut nama lengkapnya adalah Tan Cokek. Ia adalah salah seorang pemimpin grup kesenian tersebut yang sangat populer pada masa itu (Atik Sopandi, 1990:46). Jadi Cokek adalah salah satu jenis pertunjukan rakyat Betawi berupa tarian berupa tarian dan nyanyian yang dilakukan oleh wanita baik tunggal maupun masal yangdiiringi musik gambang kromong, sebagai hiburan masyarakat dalam kenduri Cina.

Fungsi Tari Cokek
Tani Cokek Betawi merupakan salah satu bentuk taxi pergaulan masyarakat setempat sebagai perpaduan antara nilai-nilai kebudayaan Betawi dengan masyarakat luar. Tani Coken dipertunjukkan terutama dalam merayakan kenduri atau perayaan hari besar orang Cina, seperti pada perayaan keluarga, perayaan pernikahan, atau hiburan lainnya. Sebagai seni hiburan yang bersifat pergaulan, taxi cokek cukup populer dan berkembang di Jakarta dan daerah sekitarnya seperti Bekasi dan Tangerang. Sekarang taxi Cokek tidak hanya didominasi oleh warga keturunan Cina saja, melainkan juga warga pribumi yang berbaur dengan warga keturunan Cina baik sebagai pemain dalam grup seni maupun sebagai penonton.

Irama Bagian Tubuh
Tari Cokek sebenarnya bukan hanya sebagai seni yang bersifat hiburan saja, melainkan juga terdapat nilai-nilai luhur dan nilai pendidikan bagi masyarakat. Hal ini terlihat dari makna yang terkandung dalan setiap gerak tarian yang berupa gerak keupat, ngincid, obah taktak, baplang, kedet, dan goyang pinggul.Makna gerak yang mengandung nilai-nilai terlihat pada gerak penari laki-laki dan penari wanita saling menempelkan telunjuknya kepada :

Dada; maksudnya menggambarkan kepada kita bahwa setiap orang harus menggunakan dan mengembangkan rasa. Dengan rasa orang bisa menghargai dan berbuat toleran terhadap orang lain. Orang yang tidak menggunakan rasa seperti tidak memiliki kendali.

Mulut; menunjukkan simbol alat tubuh yang penting. Mulut dapat menyelamatkansekaligus mencelakakan manusia. Salah dalam menggunakan mulut dapat sangatberbahasa kepada yang menggunakannya.

Kening/Dahi; mengingatkan pada kita bahwa dalam segala tindak laku harus,menggunakan pola pikir.

Telinga; mengingatkan kita bahwa telinga merupakan alat untuk memperoleh informasi yang berguna untuk kebaikan dan pengalaman yang bermanfaat.

Bahu; melambangkan pekerjaan yang berat dan hams dipikul bersama-sama dengan orang lain.

Perut; mengingatkan bahwa perut hams diisi dan dijaga sebagai modal untuk berjuang.

Pemain dan Waditra Tani Cokek
Intinya pemain Cokek dipersankan oleh para penari wanita yang didampingi oleh penari laki-laki. Mereka menari dengan diiringi oleh lagu-Lgu yang biasa dinyanyikan seperti: Angin Mamiri, Balo-balo, Bandung Selatan, Bobin Kongjilok, Burung Nuri, Cente Manis, Jali-jali, Kang Haji, Ko Dekel Krama Karem, Renggang Buyut, Sayur Asem, Stambul, dan Wawayangan. Adapun waditra yang digunakan untuk mengiringi lagu-lagu tersebut cukup banyak jenisnya sebagai berikut:

Gambang Kayu. Kromong (Bonang). Kong Ahyan, Tahiyan, dan Sukong. Gendang. Kulanter. Bangsing (Suling) Gong Klerek Ningnong.

Busana yang Digunakan
Busana yang sering digunakan dalam tari Cokek cukup berpariasi dengan warna yang cukup mencolok. Untuk penari wanita warna busana yang biasa digunakan adalah: kuning, merah, hijau, biru. Tatarias pada wajah seperti pada alis, bulumata menggunakanbedak, lipstik, eye shadow, dan sebagainya. Pengunaan busana dan tatarias wajahmenampakan warna yang mencolok, kontras dan seperti sengaj a menggunakan warm­warna yang kuat sehingga tampak montras dsan mencolok. Adapun untuk busana penaripria menggunakan baju kemeja atau jas dengan pakaian kepala, pakaian tubuh, serta perlengkapan pakaian alas kaki dan perhiasan penunjang lainnnya. Secara rinci busanayang dikenakan untuk penari wanita dan penari pria adalah sebagai berikut:

Pakaian kepala; Penari wanita: sanggul kepang dengan pita Penari pria: Peci atau kopiah

Pakaian untuk tubuh; Penari wanita : Baju koko/baju sianghai dan celana komprang Kebaya Encim dengan motif batik Kain kebaya biasa. Penari pria : Baju kemeja motif batik atau Jas Celana Panjang.

Kain Sarung yang diselendangkanBusana kaki; Penari wanita: Selop Penari pria : Sepatu atau Sandal Busana pelengkap; Penari Wanita: Selendang Cukin, dan Kaca Mata. Penari Pria: Sarung Perhiasan; Penari Wanita: Pita, Tusuk Sanggul, Gelang, Subang, dan Cincin.

Sumber : Masduki Aam dkk. 2005 Kesenian Tradisional Provinsi Banten Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung
-------------------------
Repost by rulianto sjahputra-2012.