Desain Kota Tanpa TPA Sampah. Komposisi sampah di Indonesia, merujuk pada data statistik rata-rata 74 % berupa sampah organik dan sisanya berupa kain, logam, plastik, styrofoam, dan aneka sisa kemasan, atas inisiatif swadaya atau karena tuntutan ekonomi, telah memberi peluang pada pelaku usaha daur ulang (recycle) dan produsen produk guna ulang (reuse). Di berbagai pelosok kota akan ditemukan kelompok masyarakat mendaur ulang sisa material kemasan kopi instan, permen, pasta gigi, menjadi tas tangan, sandal dan barang baru lainnya yang bisa bernilai ekonomi dan laku dijual. Atau, terdapat juga komunitas yang mengolah sampah organik menjadikannya kompos, dan banyak diantaranya yang lebih modern menggunakan mesin rotary kiln dan lebih lanjut menggunakan komposnya sebagai media tumbuh jamur kompos (jamur kancing, jamur tiram dan champignon).
Praktek daur ulang (recycle) dan penggunaan ulang (reuse) telah sedemikian rupa berkembang, kendati tanpa pembayaran jasa pengelolaan sampah, sebagaimana mekanisme kerjasama dengan badan usaha melalui pembayaran tipping fee dari pemerintah, seperti dilakukan banyak kota di dunia. Keperluan adanya tipping fee karena, pengelolaan sampah, secara baik dan benar, membutuhkan biaya. Besaran biaya kelola sampah akan makin mahal seiring dengan standar, yang dipersyaratkan para pemangku kepentingan (stakeholder) persampahan.
Penumpukan sampah di TPA (open dumping), seperti yang kini banyak dijalankan di TPA di Indonesia, adalah ber biaya paling murah. Ketika masyarakat dan pemerintah menetapkan persyaratan lebih tinggi, misalnya teknik sanitary landfill, besaran tippping fee akan makin mahal. Tuntutan persyaratan dan standar lingkungan yang terus meningkat, meminta pengelola sampah melakukannya secara lebih profesional, serta dengan, sarana dan prasarana berteknologi tentunya. Karenanya, pemerintah sebagai pemilik kewenangan atas pengelolaan sampah, sering tidak memiliki kapasitas untuk melakukannya dan, kemudian, menyerahkannya kepada pihak ketiga, rekanan, umumnya badan usaha. Dengan investasi tertentu, badan usaha mendapat kontrak jasa pengelolaan sampah dari pemerintah, dan bertanggungjawab menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajiban, rambu dan tujuan yang tercantum dalam kontrak. Mekanisme kerjasama pemerintah dengan badan usaha, seperti layaknya banyak pekerjaan pengadan barang/jasa lainnya (seperti pengadaan jasa konsultan, jasa kebersihan, dan sejenisnya), dilakukan melalui pelelangan (tender atau penunjukan langsung/swakelola), misalnya, dengan merujuk pada Perpres 54/2010 dan saat in adalah Perpres 70/2012 (perubahan kedua atas Perpres 54/2010). Dan atas pelaksanaan pekerjaan itu, rekanan mendapat pembayaran sesuai volume pengelolaan sampah yang diperjanjikannya dalam tiap satuan jumlah dan waktu tertentu. Namun, karena pengelolaan sampah itu dikatagori kepada pekerjaan jangka waktu panjang dan terus menerus (multy years), di banyak pemerintah kota lalu, kemudian, menetapkannya dalam satuan tipping fee.
Tipping fee adalah biaya yang dikeluarkan anggaran pemerintah kepada pengelola sampah, berdasarkan jumlah per ton atau satuan volume (m3). Di beberapa negara, dengan standar lingkungan yang tinggi, tipping fee rata-rata per ton US$ 50 sampai US$100, sementara di Indonesia, seperti halnya DKI Jakarta, membayar tipping fee ke pengelola sampah di Bantargebang Bekasi, US 10/ton atau setara dengan Rp 105.000/ ton. Di Malaysia, biaya tipping rata-rata sekitar US $ 7.89/ton limbah pada tahun pertama, dan terdapat kenaikan progresif tahunan sebesar 3% menjadi sekitar US $ 13,84 di tahun ke-20. Biaya itu hanya sebatas kompensasi atas jasa pengelolaan sampah di lokasi tertentu yang ditetapkan, tidak termasuk biaya pengumpulan (collecting), pemungutan retribusi kebersihan dan sampah dari masyarakat dan pengangkutan yang tetap dilaksanakan pemerintah suatu kota, sebagai pelaksana layanan publik (public services).
Menjadikan masalah sampah sebagai sumber ekonomi baru kini sangat mungkin dijalankan suatu kota di Indonesia. Pemerintahan daerah/ kota menyerahkan sebagian kewenangannya, dalam hal pengelolaan sampah, melalui mekanisme kerjasama dengan badan usaha. Penetapan tipping fee, dengan orientasi pemberian pekerjaan dan kesempatan berusaha kepada masyarakat serta, membuka seluas-luasnya bagi berkembangnya berbagai jenis teknologi dan skala usaha, adalah strategi penumbuhan ekonomi baru, sekaligus pengelolaan sampah tanpa TPA. Model kota demikian, seperti kini dilakukan (eco town) Kyushu di Jepang, maupun kota tanpa TPA yang sedang dibangun di Dongtan, Pulau Chongming, dekat sungai Yangtze, Shanghai, China. Pilihan kebijakan pengelolaan sampah, melalui mekanisme kerjasama dengan banyak pelaku usaha daur ulang (recycle) dan guna ulang (reuse) dari berbagai komunitas di masyarakat, akan merupakan langkah cerdas dalam menumbuhkan ekonomi daerah sekaligus menyelesaikan masalah sampah. Dan, sebenarnya, payung hukum nya pun untuk dilaksanakan di Indonesia, sudah tercantum dalam pasal 6 tentang kewajiban dan kewenangan pemerintah, ayat f, UU No 18/ 2008, “ .. kewajiban pemerintah daerah adalah memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah...”
Pilihan metoda dan teknologi yang akan dijadikan rambu bagi setiap kota, selain karena persyaratan undang-undang, tentunya mempertimbangkan pula jenis dan karakter material yang akan dikelolanya. Penggunaan metoda pembakaran (incenerator), yang banyak digunakan masa lalu di berbagai negara, salah satunya, karena dominasi sampah negara itu anorganik (undegradable). Pola produksi dan konsumsi, yang didukung oleh sistim pertanian maju dan komersial, melakukan pemilahan (sortir) bahan pangan, berupa hasil pertanian, di pusat produksi (on farm atau kebun). Semua timbulan material sisa dari pertanian dijadikan pupuk organik kompos, pengiriman bahan pangan ke kota hanyalah produk siap saji, dengan sedikit sekali menyisakan limbah di kota.
Sementara lain di negara sedang berkembang, seperti Indonesia, umumnya bahan pangan diandalkan dari hasil pertanian skala kecil tradisional, perlakuan sortasi bahan pangan dilakukan justru di dekat pusat konsumsi (pasar induk, pasar eceran dan rumah tangga), yang menimbulkan sisa material berupa sampah jenis organik alami (degradable). Jenis inilah, yang kemudian menjadi ssampah sebagai sumber masalah menimbulkan bau busuk, timbulnya cairan lindi (lecheate) serta tempat berbiaknya binatang, serangga dan mikroba patogen. Perbedaan komposisi sampah, antara negara maju dan sedang berkembang, akan menentukan kelayakan dalam pemilihan metoda dan teknologi.
Sukses teknologi kelola sampah di negara maju, tidak serta merta dapat diterapkan di lokasi dengan karakter sampah berbeda.Dan, material sisa aktivitas manusia dalam suatu proses yang tidak memiliki keterpakaian, kemudian disebut sampah, juga akan berbeda dipandang komunitas di berbagai lokasi. Sampah jenis organik, yang disebut sebagai pangkal masalah bagi orang di kota, dijadikan pupuk organik (kompos, organik granul) maupun pupuk hayati, karena sesungguhnya bahan organik itu sangat berharga bagi kelangsungan pertanian, perkebunan, tempat tumbuhnya bahan pangan bagi kita semua. Maka itu, pengelolaan sampah suatu kota, dengan membuat kegunaan baru (reuse) maupun keterpakaian baru (recycle) tanpa adanya TPA, adalah keniscayaan, jika saja kita tidak mau tergolong kepada manusia pembuat kerusakan dan pembuatan kemubadziran di muka bumi.
-------------------------------------
Desain Kota Tanpa TPA Sampah. Posko Hijau (Kelola Sampah Berbasis Komunitas) Menumbuhkan Ekonomi dari Sampah. (source : Asrul Hossen Brothers). Repost by rulianto sjahputra.
Ekbang
- Musrenbang Kecamatan Neglasari Tahun 2013
- Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Neglasari Tahun 2004-2014
- Pengelolaan Sampah Berbasis Mandiri
- Program Unggulan Mendukung Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah
- Penanganan Sampah Dengan Metode Waste to Energy
- Trend Global dalam Pengelolaan Sampah Kota
- Biopori
- Jangan Biarkan Sumber Air Kita Kering
- Selamatkan Air Kita
- Responsif Dari Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Bersih
- Cara Mudah Membuat Kompos
- Garis Sempadan Bangunan (GSB), KDB, KLB Dan Ketinggian Bangunan (TB)
- Tahun 2012 Pemkot Tangerang Alokasikan Rp. 184 Miliar Untuk Pembangunan Dan Perbaikan Jalan
- Pembangunan 4 GOR Mini Dan 1 Stadion Mini Di Kota Tangerang Akan Segera Rampung
- Kota Tangerang Akan Bangun TPST Di Masing-Masing Kelurahan
- Pemkot Tangerang Berencana Membangun Green Belt TPA. Rawa Kucing
- Sulap TPA. Rawa Kucing Jadi Tempat Wisata
Info Publik
- Tata Cara Pengajuan Informasi Publik
- Tidak Semua Catatan Sejarah Bisa Dibuka
- Informasi Publik Yang Dikecualikan
- Informasi Publik
- Tak Semua Informasi Badan Publik Dapat Dibuka
- Regulasi Tentang Keterbukaan Informasi Publik
- Download Peta Provinsi Di Indonesia
- Penipisan Lapisan Ozon Dan Pemanasan Bumi
- Pengelolaan Sampah Berbasis Mandiri
- Program Unggulan Mendukung Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah
- Penanganan Sampah Dengan Metode Waste to Energy
- Trend Global dalam Pengelolaan Sampah Kota
- Biopori
- Jangan Biarkan Sumber Air Kita Kering
- Selamatkan Air Kita
- Responsif Dari Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Bersih
- Permasalahan Krisis Air Bersih Serta Upaya Solusi Pemecahannya
- Cara Mudah Membuat Kompos
- Drainase
- Pengelolaan Pajak P2 dan Persiapan Regulasi Pendukungnya
- Tari Cokek Kekayaan Budaya Tangerang
- Pahlawan
- Film Merah Putih (Full)
- Hari Pahlawan 10 Nopember 1945
Lingkungan Hidup
- Penipisan Lapisan Ozon Dan Pemanasan Bumi
- Pengelolaan Sampah Berbasis Mandiri
- Program Unggulan Mendukung Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah
- Penanganan Sampah Dengan Metode Waste to Energy
- Trend Global dalam Pengelolaan Sampah Kota
- Biopori
- Jangan Biarkan Sumber Air Kita Kering
- Selamatkan Air Kita
- Responsif Dari Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Bersih
- Permasalahan Krisis Air Bersih Serta Upaya Solusi Pemecahannya
- Cara Mudah Membuat Kompos
- Drainase Berwawasan Lingkungan
- Drainase
- Bendungan Air Pintu Sepuluh Kota Tangerang
- Kota Tangerang Akan Bangun TPST Di Masing-Masing Kelurahan
- Pemkot Tangerang Berencana Membangun Green Belt TPA. Rawa Kucing
- Sulap TPA. Rawa Kucing Jadi Tempat Wisata
- Penyebab Pemanasan Global
- GLOBAL WARMING